TEMPO.CO, Jakarta - Gegap gempita kontroversi Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menjelang Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017 memancing sejumlah organisasi pendukung Jokowi dalam Pemilihan Presiden 2014 untuk menyikapinya.
Mereka akan membahasnya dalam sebuah pertemuan pada Rabu sore pekan depan, 22 Juni 2016, di Hotel Ali Cikini, Jakarta Pusat. Organisasi-organisasi itu antara lain Ormas Projo, Seknas Jokowi, BaraJP, Aliansi Masyarakat untuk Indonesia Hebat (Almisbat), dan Duta Jokowi.
Ketua Umum Almisbat Teddy Wibisana membenarkan akan ada acara itu dan arahnya menyusun pernyataan sikap bahwa tak mendukung Ahok dalam pilkada nanti. “Sepertinya begitu,” katanya ketika dihubungi Tempo hari ini, Kamis, 16 Juni 2016.
Menurut Teddy, mestinya sikap para pendukung Jokowi bukan sekedar mencabut dukungan ke Ahok tapi sekaligus harus mencari figur alternatif. Wacana dua kutub, pemuja dan pembenci Ahok, sudah tak sehat sebab mendangkalkan demokrasi. “Sekarang kondisinya nggak bagus. Harus ada kanalisasi ke arah figur alternatif yang membuat Jakarta sejahtera dan humanis,” ucapnya.
Baca: Berita Ahok Terbaru
Adapun Sekretaris Jenderal Almisbat Hendrik Sirait mengatakan, acara itu tak semata-mata membahas sikap politik terhadap Ahok. Ada agenda lain yakni konsolidasi para pendukung Presiden Joko Widodo setelah perubahan konstelasi politik dengan bergabungnya Partai Amanat Nasional dan Partai Golkar ke kubu pemerintah.
Di sisi lain, dia meneruskan, dinamika politik di DKI Jakarta tak bisa diabaikan karena Jakarta menjadi barometer politik secara nasional. Hendrik pun berpendapat, melihat kondisi saat ini dan kebutuhan Jakarta ke depan maka dalam pertemuan nanti Almisbat akan mendorong agar jangan mendukung Ahok. “Ahok tak bisa disamakan dengan Jokowi,” ujarnya.
Hendrik tak mau menyongkan nama calon dalam pertemuan nanti. Namun, Almisbat sudah memutuskan menjatuhkan pilihan dukungan kepada Djarot Syaiful Hidayat, kini Wakil Gubernur DKI, sebagai calon gubernur. Deklarasi mendukung Djarot digelar sore ini di markas Almisbat, bilangan Tebet, Jakarta Selatan.
Baca juga: TERUNGKAP: Memo Ahok ke Bos Podomoro Soal Barter Reklamasi
Projo mempersilakan setiap organisasi untuk bersikap soal mendukung atau menolak Ahok. “Relawan Jokowi adalah petarung jalanan sejati. Punya etos dan militansi yang tinggi. Jakarta harus dipimpin figur yang terbaik," kata Ketua Umum Projo Budi Arie Setiadi, Kamis, 16 Juni 2016.
Menurut dia, warga Jakarta berhak memperoleh pemimpin yang terbaik. Pemimpin Jakarta itu harus jujur dan tidak korup, tegas, pekerja keras, visioner dan yang paling utama adalah mencintai rakyatnya. Namun, secara organisasi Projo belum memutuskan ke mana arah dukungan politik.
Budi menjelaskan, Projo tak mau terjebak ke dikotomi haters dan lovers Ahok yang bersifat emosional. Projo menunggu arahan Ketua Dewan Pembina Presiden Joko Widodo, Dewan Penasehat, serta masukan dari fungsionaris Projo. “Tetap mempertimbangkan dengan seksama aspirasi yang berkembang di masyarakat, " ujar Budi Arie.
Simak: Tak Ada Korupsi di RS Sumber Waras, Ahok: Aku Memang Tak Salah
Koordinator Nasional Duta Jokowi Joanes Joko pun mengatakan bahwa organisasinya belum solid mendukung atau menolak calon tertentu, termasuk Ahok.
Joko, yang juga Sekretaris Jenderal Presidium Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia, mencontohkan Duta Jokowi Jakarta Utara bergabung bersama Teman Ahok. Sedangkan di Duta Jakarta Timur memilih menyokong Risma. “Saya sendiri belum menemukan alasan ideal untuk mendukung Ahok,” kata Joko kepada Tempo, Kamis, 16 Juni 2016.
Terpopuler:
Profil Tito Karnavian: Memburu Tommy Soeharto hingga Azahari
Diduga Dapat Dana dari Pengembang, Ini Jawaban Teman Ahok
Tak Ada Pelanggaran di Sumber Waras, BPK: Terserah KPK
Ketua Umum BaraJP Sihol Manulang belum mau berkomentar. Dia menyatakan harus berdiskusi dengan Projo dan Seknas Jokowi lebih dahulu.
Ketua Umum Seknas Jokowi Muhammad Yamin belum memberikan penjelasan. Namun, Sihol dan Yamin kepada Tempo pernah mempersoalkan kinerja dan gaya kepemimpinan Ahok. Sihol bahkan mengaku mulai ragu mendukung Ahok ketika muncul kasus reklamasi Teluk Jakarta. Sedangkan Yamin mempersoalkan penggusuran dan reklamasi.
JOBPIE SUGIHARTO