TEMPO.CO, Manado - Meski kapten tugboat Brahma 12, Peter Townsen Barahama, diculik dan disandera selama lima pekan oleh kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina selatan, namun tak membuat Charlos Barahama, ayahnya, trauma.
Charlos tetap mendukung jika Peter ingin meneruskan pekerjaannya sebagai pelaut. Menurut pensiunan pegawai negeri Kabupaten Kepulauan Sangihe ini, menjadi pelaut sudah menjadi mata pencaharian dan cita-cita Peter sejak duduk di bangku sekolah.
"Dia punya keterampilan di bidang itu. Kami tidak bisa melarang. Saya berharap kalau Peter tetap ingin melaut, perusahaannya tidak akan melepas Peter dan teman-temannya," kata Charlos, Senin, 2 September 2016.
Sam Barahama, kakak Peter, membenarkan bahwa menjadi pelaut merupakan keinginan adiknya sejak dulu. Menurut Sam, setelah lulus sekolah menengah atas, Peter langsung mendaftar menjadi awak kapal dengan jalur pelayaran lokal, seperti Kalimantan, Jawa dan Sulawesi.
"Karena kakaknya, Rene Desckates Barahama, juga seorang pelaut. Selain itu, memang banyak orang Sangihe yang menjadi pelaut," ujar Sam.
Setelah Peter dibebaskan kelompok penyandera, Charlos akan menyambut kepulangannya ke Kota Manado. Walau belum tahu kapan Peter akan pulang, dirinya akan menanti kedatangan Peter di Manado. "Ibunya (Sopitje Salemburung) pulang ke Sangihe. Nanti saya yang jemput Peter," kata Charlos.
Charlos memantau perkembangan kepulangan anaknya lewat pemberitaan televisi di Kelurahan Tuminting. Charlos juga telah merapikan rumah yang akan dipakai Peter istirahat. "Saya meminta Peter beristirahat dulu di rumah bersama keluarga, karena memang sudah enam bulan tak bertemu," kata Charlos.
ISA ANSHAR JUSUF