TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letjen (Purn) Agus Widjojo mengatakan proses reformasi TNI mengalami kemunduran. Agus menyoroti penggunaan kekuatan tentara dalam kasus-kasus penggusuran untuk kepentingan pemerintah lokal.
"Contohnya TNI kembali memasuki fungsi-fungsi di luar wilayah pertahanan nasional," kata Agus dalam wawancara khusus dengan Tempo, Kamis pekan lalu.
Berikut ini adalah petikan wawancaranya yang selengkapnya bisa dibaca di Majalah Tempo edisi Senin, 25 April 2016.
Seperti apa jalannya reformasi TNI sekarang?
Kita kembali pada konsep tentara profesional, yang dalam sistem demokratis tidak bisa ditentukan TNI sendiri. Agar TNI bebas dari paradigma masa lalu yang penuh dengan kebesaran dan mengklaim sebagai satu-satunya penjaga stabilitas dan persatuan kesatuan bangsa, harus ada sistem nasional yang efektif. Maka kita bisa katakan kepada TNI, "Anda tidak perlu khawatir, negara akan aman, stabil, dan dijamin nilai-nilai Pancasila akan berjalan."
Yang paling fatal adalah ketika ini belum tuntas dan baru sebentar, di beberapa bagian sistem internal TNI masih ada yang bergantung pada kebesaran masa lalu tadi. Dan, yang lebih celaka, sipil memberikan justifikasi. Ada kepentingan-kepentingan politik sempit, ada figur-figur otoritas sipil yang nyaman kalau mendapatkan dukungan politik TNI. Jadi reformasi TNI itu memang belum tuntas dan tidak bisa diselesaikan TNI sendiri.
Berapa Anda memberi nilai atas jalannya reformasi TNI sekarang?
Reformasi sempat sampai 80 persen. Tapi ada kemerosotan, mungkin sekarang kembali ke 70 persen. Contohnya TNI kembali memasuki fungsi-fungsi di luar wilayah pertahanan nasional.
BACA JUGA:
Bakal Gusur Warga Kalijodo, Ahok Klaim Dibekingi TNI dan Polri
Yusril Minta TNI Tak Ikut Menggusur
Penggusuran Pasar Ikan, Ini Alasan Tentara Terlibat
Termasuk penggunaan kekuatan TNI dalam penggusuran di Provinsi DKI Jakarta?
Ada dua kelemahan di situ. Gubernur tidak bisa langsung menggunakan kekuatan TNI karena TNI itu milik negara. Kewenangan pertahanan itu milik nasional, bukan daerah. Kedua, otoritas sipil tidak bisa begitu saja mencomot satuan atau prajurit TNI untuk mendukung kebijakan daerah.
Kodam atau batalion adalah hierarki komando di bawah Panglima TNI dan Mabes TNI. Secara politis di bawah Menteri Pertahanan dan presiden, karena pertahanan bersifat nasional. Artinya, kalau ada kekuatan militer datang melakukan invasi mencaplok sebagian dari Aceh atau Kalimantan Utara, itu bukan merupakan persoalan daerah, tapi negara. Pertahanan selalu bersifat nasional. Kalau ada pertahanan di daerah, misalnya satuan TNI dikerahkan untuk mengembalikan keutuhan teritori nasional di Papua, itu adalah pelaksanaan fungsi pertahanan di daerah sebagai bagian dari pertahanan nasional.
TITO SIANIPAR