TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris, mengatakan tak hanya dirinya yang kecewa dengan Mahkamah Kehormatan Dewan yang menggelar sidang secara tertutup, Senin, 7 Desember 2015. Kata Charles, upaya MKD yang mengadili Setya justru membuat rakyat kian marah dan tak percaya dengan MKD.
"Hari ini rakyat sangat kecewa dan marah atas keputusan MKD melakukan persidangan terhadap Setya Novanto secara tertutup. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya kritik dan caci maki yang beredar di media sosial. Jujur saja, pada hari ini saya malu menjadi anggota DPR," kata Charles Honoris dalam pesan tertulisnya, Senin, 7 Desember 2015.
Kekecewaan Charles bukan tanpa alasan. Ia melihat Presiden Joko Widodo yang namanya terseret dalam dugaan pencatutan nama yang dilakukan Novanto sangat terganggu. Sebab hal itu penodaan lembaga negara yang dilakukan Ketua DPR. "MKD harus bekerja secara profesional dan transparan," ujar anggota Komisi Luar Negeri DPR itu.
Menurut Charles, MKD seharusnya tidak boleh meninggalkan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat. Kata dia, partai politik adalah alat perjuangan aspirasi dan kesejahteraan rakyat dan anggota DPR adalah wakil rakyat. Di era keterbukaan seperti saat ini, publik akan dapat menilai kinerja MKD dalam menegakkan kode etik.
Tak seperti sidang Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said atau Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, yang diselenggarakan secara terbuka, Senin ini, MKD kembali menggelar sidang dengan mengundang pihak terlapor pencatutan nama Presiden dan upaya pemufakatan jahat, Ketua DPR Setya Novanto.
Presiden Joko Widodo sore ini mengaku marah karena namanya sudah dicatut Setya Novanto dan Riza Chalid dalam usaha melobi Maroef Sjamsoeddin membahas perpanjangan kontrak Freeport.
DESTRIANITA KUSUMASTUTI