TEMPO.CO, Jakarta - Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara punya berbagai cara tetap menggunakan pesawat jenis Hercules atau pun jenis lainnya yang sudah tua tetap layak pakai. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsekal Pertama Dwi Badarmanto mengatakan salah satunya adalah dengan melakukan perawatan mesin dan uji logam di pesawat di atas usia 30 tahun.
"Pesawat itu tidak ada batas usianya, asal perawatan yang baik, pasti semuanya masih bisa digunakan dengan baik," kata Dwi, saat dihubungi, Kamis, 2 Juli 2015. "Semua sistem alat utama sistem persenjataan juga, tidak ada istilah tua. Yang ada terawat dan tidak terawat." (Baca: TRAGEDI HERCULES: Wasiat Sang Teknisi Sebelum Dijemput Ajal)
Dwi mengakui memang persenjataan dan kendaraan yang dimiliki matranya usianya rata-rata di atas 30 tahun. Dia mengklaim semuanya diperlakukan dengan baik dalam melakukan perawatan. "Pasti dilakukan pengecekan rutin," ujarnya.
Saat ini TNI AU memiliki 30 unit Hercules yang dihimpun dalam dua skuadron. Itu sudah termasuk sembilan Hercules seri H, hibah dari pemerintah Australia. Sebelum mendapat tambahan dari Australia, dari 21 pesawat, dikabarkan yang layak terbang hanya enam pesawat.
Dwi mengatakan saat ini TNI AU menghentikan sementara operasional pesawat jenis Hercules. Penghentian itu sampai menunggu hasil investigasi penyebab jatuhnya pesawat jenis Hercules C-130 di Medan, dua hari lalu. Jika dalam hasil investigasi ditemukan bahwa penyebab jatuhnya pesawat itu adalah karena faktor mesin, maka seluruh pesawat jenis Hercules C-130 perawatannya dikhususkan kepada bagian mesin. (Baca: HERCULES JATUH: DPR Duga Ada Pungutan Rp 900 Ribu bagi Sipil)
"Setelah itu, baru pesawat Hercules jenis C-130 lainnya bisa dioperasikan kembali," ujarnya. Dwi membantah perawatan hanya dilakukan setelah ada insiden kecelakaan.
Pesawat Hercules C-130 dengan nomor penerbangan A-1310 jatuh di Medan, dua hari yang lalu. Pesawat itu jatuh setelah dua menit take off.
Hercules C-130 dengan nomor penerbangan A-1310 dibuat oleh Lockheed Martin Corporation, pabrikan Amerika Serikat, pada 1964. Pesawat tersebut dibeli pada masa Presiden Sukarno, dan menjadi bagian dari Skuadron Udara 32/Angkut Berat yang bermarkas di Malang, Jawa Timur. Sebelum jatuh di Medan dan menewaskan seluruh awak serta penumpangnya, burung besi itu tengah dalam misi penerbangan angkutan udara militer (PAUM).
REZA ADITYA