TEMPO.CO, Blitar - Jumlah korban tewas akibat minuman keras oplosan di Blitar terus bertambah. Meski berbahaya, minuman ini tetap diburu para masyarakat karena harganya murah dan memiliki efek memabukkan luar biasa.
Sugeng, 50 tahun, pembuat miras oplosan di Desa Nglegok, Kecamatan Nglegok, Kabupaten Blitar, mengaku tak memerlukan keahlian khusus untuk meracik minuman ini. Dia hanya membeli arak tradisional dalam jumlah besar lalu ditambahkan minuman suplemen yang dijual bebas di warung. “Katanya hanya itu racikannya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Kediri Ajun Komisaris Naim Ishak, Jumat, 19 Juni 2015.
Namun Naim belum mengetahui persentase arak dan minuman suplemen yang dicampurkan hingga menimbulkan efek mematikan. Saat ini contoh minuman tersebut masih diteliti di Laboratorium Forensik Kepolisian Daerah Jawa Timur.
Minuman oplosan itu selanjutnya dikemas dalam botol bekas air mineral dengan harga cukup murah, yakni Rp 35 ribu per botol. Sugeng menjamin satu botol minuman ini cukup untuk membuat mabuk beberapa orang.
Murahnya harga miras oplosan ini yang diduga menjadi penyebab minuman ini laris di kalangan masyarakat bawah. Jika dibandingkan miras impor yang dijual di toko, seperti Voodka yang dibanderol paling murah Rp 340 ribu per botol, miras oplosan menjadi alternatif yang pas.
Sebut saja Fulan. Penggemar miras oplosan ini mengaku sangat menikmati minuman itu. Menurut dia, efek memabukkan miras oplosan sama persis dengan minuman keras pabrikan seharga ratusan ribu rupiah. Penambahan minuman suplemen atau jenis lain hanya menambah sensasi rasa dan stamina tubuh. “Kalau diminum tanpa campuran rasanya tidak enak,” ujarnya.
HARI TRI WASONO