TEMPO.CO, Jakarta - Singapura tidak sepantasnya mempermasalahkan pencantuman nama Usman Janatin bin Haji Ali Hasan dan Harun bin Said pada KRI Usman Harun. Menurut pengamat hukum hubungan internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwono, hal itu merupakan urusan dalam negeri Indonesia.
Sikap Singapura yang memprotes nama KRI Usman Harun bertentangan dengan prinsip non-intervensi yang termaktub dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Piagam ASEAN. "Ungkapan Singapura justru berpotensi merusak hubungan baik antara kedua negara," kata Hikmahanto, Jumat, 7 Februari 2014. (baca: MPR: Soal Usman Harun, Singapura Keterlaluan ! )
Prinsip non-intervensi, Hikmahanto melanjutkan, dijamin oleh Piagam PBB. Prinsip itu menyebutkan soal tidak adanya campur tangan negara lain dalam urusan domestik suatu negara yang berdaulat. Hikmahanto pun meminta Pemerintah Indonesia tidak mengubah nama KRI Usman Harun seperti yang diminta Singapura.
Kalau nama KRI Usman Harun diubah, kata dia, nama Pangeran Diponegoro, Sultan Hasanuddin, I Gusti Ngurah Rai, dan pahlawan lainnya tidak boleh juga digunakan sebagai nama universitas atau bandara di Indonesia. "Alasannya, Belanda akan tersinggung dan memiliki keprihatinan," ujar Hikmahanto. (baca: Tragedi di Balik Penamaan KRI Usman Harun ) dan (baca: Aksi Heroik Asal Mula Nama KRI Usman Harun)
Menurut dia, saat perang, setiap negara pasti menganggap prajurit yang meninggal sebagai pahlawan. Begitu juga ketika Indonesia berkonfrontasi dengan Malaysia. Dalam peperangan, prajurit pasti bertindak atas nama negara, bukan pribadi.
"Bisa saja negara lain menganggap prajurit sebagai pelaku kejahatan internasional. Tapi Indonesia juga berhak menganggap Usman Harun sebagai pahlawan," kata guru besar hukum internasional itu.
Di Jepang, kata Hikmahanto, Perdana Menteri Shinzo Abe pernah dikritik oleh Cina dan Korea Selatan karena mengunjungi Kuil Yasukuni, tempat penghormatan bagi para pejuang militer Jepang dari era Restorasi Meiji hingga akhir Perang Dunia II. Kedua negara itu melabeli pejuang militer Jepang yang dihormati di Yasukuni sebagai penjahat perang. Sebaliknya, Jepang menganggap mereka sebagai pahlawan.
Sebelumnya, pemerintah Singapura mengkritik keputusan pemerintah Indonesia yang akan menyematkan nama Usman Harun pada salah satu fregat yang baru dibeli dari Inggris. Singapura keberatan karena memandang Sersan Usman dan Kopral Harun sebagai pelaku kriminal yang pernah meledakkan gedung di Singapura dan dihukum mati atas perbuatannya.
Mendapat dukungan dari sejumlah kalangan, TNI AL tak menghiraukan kritik pemerintah Singapura. Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama Untung Suropati menyatakan nama KRI Usman Harun tak akan diganti. Angkatan Laut menganggap Usman dan Harun layak menjadi panutan karena kegigihan dan keberanian mereka. "Kalau bukan kami yang meneladani, siapa lagi?" katanya.
SUNDARI
Terpopuler:
Ahok: Saya Sudah Diwakafkan...
Soal Imigran Gelap, Australia Geram kepada Indonesia
Singapura Diminta Hormati Aturan Indonesia
Jalan Usman Harun Bakal Muncul di Jakarta
Aksi Heroik Asal Mula Nama KRI Usman Harun