TEMPO.CO, Bandung--Kamar Nomor 01 blok Timur Atas Penjara Sukamiskin, Kota Bandung, tampak berbeda dibanding ratusan kamar lain di penjara ini. Sebuah poster ukuran besar berwarna dasar hitam dengan warna tulisan cetak merah, putih, dan kuning berisi penjelasan terpasang di dinding luar sebelah kanan pintu kamar.
Kamar yang tampak terawat ini pun tak berpenghuni dan tak boleh dihuni siapapun. Sebagian besar material bangunan dan perabot di dalam kamar yang dulu konon bernomor 233 ini pun tak boleh diubah. Namun kamar ini boleh dikunjungi sewaktu-waktu--tanpa menginap-- oleh siapapun, termasuk orang luar, asalkan seizin otoritas penjara.
Ya, seperti terpampang pada poster di dinding luar itu, inilah kamar bekas Bung Karno atau Soekarno, Presiden Pertama RI saat ditahan pemerintah kolonial Hindia Belanda di awal 1930-an lalu. Seperti diketahui, Bapak Ideologi Pancasila ini dibui di Sukamiskin setelah divonis subversif terhadap Pemerintah Hindia Belanda di pengadilan Bandung (landraad) pada Agustus 1930.
Tempo sempat mengunjungi kamar ini dua-tiga kali beberapa waktu lalu diantar petugas penjara. "Kalau ada yang mau menginap di situ ya bisa saja asalkan seizin Kementerian Hukum dan HAM dan harganya pasti amat sangat mahal sekali,"ujar Kepala Penjara Sukamiskin Giri Purbadi setengah guyon kepada Tempo, Sabtu 1 Juni 2013.
Penjara Sukamiskin yang kini disebut. sebagai penjara khusus koruptor ini, sudah sejak era kolonial ditabalkan sebagai penjara para pelaku kriminal kerah putih dan para koruptor. Juga bui bagi mereka yang divonis mengancam kekuasaan Hindia Belanda seperti Soekarno. Istilahnya," Straft Gevangenis Voor Intelectuelen."
Bagaimana rasanya dibui di Sukamiskin di zaman kolonial dulu? Bung Karno menceritakan pengalamannya menghuni penjara ini dalam buku kumpulan tulisan, "Di Bawah Bendera Revolusi." Dia berkisah lewat tuisan bertajuk "Keadaan Dipendjara Sukamiskin, Bandung" yang dia tulis di Sukamiskin, 17 Mei 1931.
Si Bung menuturkan, begitu jeblos ke Sukamiskin, ia diwajibkan mengganti pakaian dengan seragam penjara warna biru. "Rambutku dipotong hampir gundul, dimilimeter dalam bahasa Belandanya. Hampir segala apa yang saya bawa dari rumah tahanan (Penjara Banceuy, Kota Bandung)--semuanya diambil (petugas),"tulis dia.
Selama di Sukamiskin, Soekarno menghuni kamar di ujung sebelah barat lantai 2 blok Timur itu yang disebutnya "bilik ketjil 1,5 x 2,5 M". Setiap siang dia wajib bekerja di percetakan penjara--kini posisinya di bangunan paling selatan kompleks penjara.
"Saya mesti berbaris ke tempat..membuat kitab tulisan. Disanalah saya meladeni satu dari mesin garis dan mesin potong yang besar-besar. Tiap hari saya kerjakan berpuluh-puluh rim kertas, memedat barang, memuat dan membongkarnya,"kata si Bung. Lantas jika pekerjaan selesai, malam hari dia baru bisa istirahat, mandi, dan kembali ke kamar.
"Mandi yang lamanya ditentukan enam menit. Makan, makan nasi merah dengan sambal yang sederhana,"kata Soekarno. Setelah itu, barulah dia bisa kembali ke kamar, melepas lelah. "Pukul sembilan (malam) cahaya (kamar) mesti digelapkan dengan tidak dapat disangkal lagi. Hari ini sudah bekerja dan besoknya bekerja keras lagi, saya mesti lekas tidur."
Di penjara Sukamiskin, Soekarno sempat merasa begitu tak berkutik. Kegiatan menulis , membaca, dan 'berpikir' nyaris macet. Memang di saat tertentu, setiap narapidana boleh berekreasi di dalam penjara, termasuk membaca. Namun, kata dia, buku yang tersedia di perpustakaan cuma buku tentang olahraga, perdagangan, dan kitab tentang agama.
Adapun buku tentang masalah sosial dan sosiologi, juga koran, kata dia, tidak ada sama sekali. Memasukkan buku sendiri ke dalam penjara hanya diizinkan dengan pemeriksaan keras. Suratkabar dan media berkala langganan si Bung tak boleh masuk dia terima.
"Saya tak dapat belajar dengan baik karena badan sudah payah (setelah bekerja seharian). Otak seolah-olah dapat penyakit kekurangan darah, sehingga tidak banyak yang dapat diterima dan difikirkan. Otakku merasa lekas benar penuh, lekas payah,"aku dia.
Soekarno merasa penjara Sukamiskin lebih parah ketimbang penjara Banceuy, tempat dia ditahan saat masih menjalani persidangan di pengadilan. Di penjara Banceuy, dia masih bisa mempelajari sejarah lewat buku dan suratkabar meskipun dengan syarat yang berat.
Tak cuma itu, untuk menerima besuk dari isteri tercinta, Inggit Garnasih, pun dibatasi. Lewat surat, sambil mengabari bahwa dia sudah dipindah dari penjara Banceuy ke Sukamiskin, Bung Karno mengatakan kepada Inggit.
"Kepada isteriku..dia boleh datang melihat dan berbicara dengan saya dua kali dalam sebulan serta tidak boleh membawa 'oleh-oleh' untukku. Berapakah lamanya (membesuk), cuma sepuluh menit,"kata dia. Lalu bagaimana?
"Hanyalah ini: Sukamiskin ialah tak lebih dari suatu rumah kurungan dan saya tak lebih dari orang hukuman, seorang manusia yang mesti menyembah larangan dan suruhan, manusia yang mesti melepas kemanusiaannya,"kata dia. Saat dibui di Banceuy, hidup sudah begitu dibatasi, di Sukamiskin batas bertambah sempit lagi.
"Segalanya di sini (Sukamiskin) dikerjakan dengan suruhan komando: makan, pulang-balik ke tempat kerja, makan, mandi, menghisap udara, keluar-masuk bilik kecil, semuanya dikerjakan seperti serdadu berbaris. Orang hukuman tak lain dari seekor ternak," tulis si Bung.
ERICK P. HARDI
Topik terhangat:
Penembakan Tito Kei | Tarif Baru KRL | Kisruh Kartu Jakarta Sehat | PKS Vs KPK | Fathanah
Baca juga
EDSUS GENG MOTOR
Awalnya Priyo Mau Ketemu Fahd, Malah Jadi Reunian
Malam Jahanam, Geng Motor Atiet Abang Dijebak XTC
Mahfud MD Kritik KPK Lewat Twitter
Van Persie cs Datang dengan Pesawat Carteran