TEMPO.CO, Jakarta - Peran pengawasan terhadap kinerja hakim-hakim ad hoc maupun hakim karier di pengadilan tindak pidana korupsi di daerah berada di tangan publik. Alasannya, publik bersinggungan langsung dengan hakim dan perkara yang sedang ditangani.
"MA sudah menjalankan kewajiban membentuk pengadilan ad hoc di 33 provinsi. Selanjutnya, butuh peran publik untuk membantu dalam pengawasan kinerja para hakim," kata juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, saat dihubungi pada Selasa, 21 Agustus 2012.
Tidak hanya masalah pengawasan, publik diharapkan ikut berperan serta mencegah terjadinya penyuapan. "Urusan perkara yang sedang menimpa anggota keluarga, misalnya, tolong tidak dicampuri dengan menyuap hakim," ujar Djoko.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang dan Pontianak, Kartini Marpaung dan Heru Kusbandono, pada Jumat, 17 Agustus 2012. Hakim Kartini Marpaung dan Heru Kusbandono dicokok saat menerima suap Rp 150 juta, yang terkait dengan perkara korupsi Ketua DPRD Grobogan M. Yaeni.
Ke depannya, kata Djoko, Mahkamah Agung akan lebih selektif dalam perekrutan hakim ad hoc dan hakim karier. Perekrutan akan menitikberatkan tinjauan integritas hakim dan rekam jejak hakim. Saat ini, dari 33 pengadilan tipikor di seluruh provinsi Indonesia, ada 186 hakim ad hoc dan 180 hakim karier.
AYU PRIMA SANDI