"Ada pelanggaran perintah terhadap kegiatan di luar batas-batas kepatutan saat menginterogasi tawanan," kata Muis seusai refleksi akhir tahun di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta, Jumat lalu. Pelanggaran perintah yang dimaksud, Muis melanjutkan, yakni adanya perlakuan seperti memukul, menendang, dan bertindak berlebihan.
Perlakuan itu terjadi selama tentara menginterogasi anggota gerombolan bersenjata, yang lazim disebut TNI sebagai Organisasi Papua Merdeka. Aksi kekerasan itu menjadi perbincangan publik setelah rekamannya diunggah di situs YouTube pada Oktober tahun lalu. Tudingan bahwa tentara telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia pun muncul.
Menurut Muis, untuk mengusut dugaan adanya pelanggaran hak asasi manusia, TNI membentuk tim penyelidikan dan pengawasan khusus. Empat prajurit yang didakwa sebagai pelaku kekerasan, yakni Praka Syaminan Lubis, Prada Joko Sulistio, Prada Dwi Purwanto, dan Letda Cosmos, pun disidangkan di pengadilan militer Jayapura. Dalam vonisnya, majelis hakim mengganjar Syaminan, Joko, dan Dwi dengan pidana 5 bulan penjara, sedangkan Cosmos diganjar 7 bulan.
Wakil Ketua Komnas HAM Perwakilan Papua, Matius Murib, tidak sepakat dengan penilaian Mabes TNI itu. Menurut dia, kasus kekerasan oleh tentara terhadap warga sipil Papua itu mempunyai unsur yang kuat sebagai pelanggaran hak asasi manusia. "Pernyataan itu merupakan upaya pembenaran terhadap tindakan prajurit TNI yang melakukan kekerasan," katanya saat dihubungi kemarin.
Apalagi, Matius melanjutkan, pernyataan itu didasarkan pada proses pengadilan militer di Papua yang sangat sepihak, diskriminatif, dan jauh dari rasa keadilan korban. "Sebab, tidak ada korban maupun saksi yang dihadirkan selama proses pengadilan berlangsung," katanya.
MAHARDIKA SATRIA | AMIRULLAH | DWI WIYANA