Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pengembalian Rapelan Dicicil dari Potongan Gaji

image-gnews
Iklan
TEMPO Interaktif, Jakarta:Menteri Dalam Negeri, M. Ma'ruf mengakui, pengembalian dana rapelan tunjangan komunikasi intensif (TKI) Pimpinan dan anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menggunakan cara-cara selunak mungkin yaitu lewat mekanisme potong gaji pada bulan berikutnya secara berangsur hingga akhir masa jabatan."Prinsipnya, kami ingin agar uang yang sudah terlanjur dibayarkan itu bisa dikembalikan secara selunaknya atau dipotong. Untuk tata caranya akan dituangkan melalui peraturan menteri," ujar Ma'ruf usai Rapat Terbatas membahas finalisasi Revisi PP 37/2006, di Kantor Presiden, Selasa (28/2).Hal senada disampaikan Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra. Ia mengakui pengembalian dana rapelan lewat potong gaji termasuk cara moderat."Bukan sanksi (bagi yang tidak mau mengembalikan). Kalau sudah dipotong gajinya kan sudah tidak bisa apa-apa. Ini sudah jauh lebih moderat walau setiap rumusan aturan tetap ada celah kalau dicari-cari," ujar YusrilYusril mengaku tidak bisa menjawab apakah cara pengembalian yang terkesan lunak ini merupakan pengakuan pemerintah atas kekeliruannya. "Saya tidak bisa jawab. Susah juga sih kalau sudah dibayar. Orang kalau sudah tidak ada uangnya mau bagaimana. Misalnya uanganya sudah dipakai untuk menyumbang konstituennya, mau minta kembali juga susah."Tata cara pengembalian dana rapelan, ujar dia, akan diatur detailnya dalam revisi PP 37/2006 tentang tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD. Dan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan Daerah yang bersangkutan. Pemberlakuan revisi, ujar dia, tinggal menunggu finalisasi sejak kapan revisi mulai berlaku setelah itu menunggu tandatangan Presiden.Yusril menegaskan, anggota DPRD yang tidak mengembalikan tidak dianggap melanggar PP 37/2006 jika PP 37/2006 hanya dinyatakan dicabut saja. Praktis periode sejak dikeluarkan sampai berlaku itu sah.Kecuali, tambah dia, jika revisi PP 37/2006 selain menyatakan mencabut PP 37/2006 juga memberikan pengaturan spesifik tentang uang yang sudah dibayar. "Ini jadi lain ceritanya. Revisi PP 37/2006 tidak retroaktif. Artinya revisi PP 37/2006 mengatur pengembalian yang sudah dibayar. Tapi ini memang tetap dapat dipersoalkan."Yusril mengakui masih ada kemungkinan PP 37/2006 digugat di pengadilan. Karena, ujar dia, tiap satu keputusan pasti ada celah-celahnya. "Disitu kita harus memilih resiko yang lebih ringan. Itu saja. Setelah saya renungkan dalam-dalam dan saya kaji dari aspek hukumnya, tidak ada satu jalan keluar yang 100%, yang kokoh."Menteri Keuangan Sri Mulyani Indriawati mengatakan, dalam revisi PP 37/2006, Pemerintah menetapkan besaran TKI Ketua DPRD provinsi berdasarkan 3 pengelompokan tinggi, sedang, rendah karena tingginya heterogenitas tiap daerah. "Kemampuan kemampuan keuangan daerah (KKD) Jakarta sebesar Rp 12 triliun dengan KKD Sulawesi Barat Rp 312 miliar bagi bumi dan langit"Pengelompokan besaran TKI yaitu sebesar 3 kali uang representasi bagi daerah dengan kondisi KKD tinggi (APBD-belanja PNS daerah lebih dari Rp 1,5 triliun). Daerah sedang (KKD Rp 600 miliar-Rp 1,5 triliun) sebesar 2 kali dan daerah rendah (KKD kurang dari Rp 600 miliar) sebesar 1 kali.Besaran perbandingan 3 : 2 : 1 ini berlaku juga bagi daerah kabupaten/kota dengan KKD tinggi (lebih dari Rp 0,4 triliun), KKD sedang (Rp 0,2-Rp 0,4 triliun) dan KKD rendah (kurang dari Rp 0,2 triliun). Selanjutnya lihat tabel.Dengan demikian, seorang Ketua DPRD provinsi misalnya di DKI Jakarta yang memiliki KKD Rp 12 triliun, akan mendapat TKI dan uang representasi plus tunjangan lain Rp 17,25 juta per bulan. Daerah sedang Rp 14,25 juta dan daerah rendah Rp 11,25 juta.Wakil ketua DPRD provinsi di daerah tinggi Rp 15,587 juta,daerah sedang Rp 12,587 juta dan daerah rendah Rp 9,587 juta dan anggota DPRD provinsi di daerah tinggi Rp 15,11 juta,daerah sedang Rp 12,112 juta dan daerah rendah Rp 9,112 juta.Untuk Ketua DPRD kabupaten/kota KKD daerah tinggi akan mendapat TKI Rp 12,12 juta per bulan. Daerah sedang Rp 10,02 juta dan daerah rendah Rp 7,92 juta.Wakil ketua DPRD kabupaten/kota di daerah tinggi Rp 10,9 juta,daerah sedang Rp 8,8 juta dan daerah rendah Rp 6,7 juta. Anggota DPRD provinsi di daerah tinggi Rp 10,6 juta,daerah sedang Rp 6,5 juta dan daerah rendah Rp 6,4 juta.Sementara jika ditambah dengan dana Belanja Penunjang Operasional Pimpinan (BPOP) yang tidak jadi bagian take home pay, ketua DPRD provinsi kemampuan keuangan tinggi mendapat Rp 35,25 juta, daerah sedang Rp 26,25 juta dan daerah rendah Rp 17,25 juta. Wakil ketua mendapat Rp 25,18 juta, daerah sedang Rp 18,58 juta dan daerah rendah Rp 13,18 juta.Untuk Ketua DPRD Kabupaten/kota daerah KKD tinggi mendapat Rp 24,72 juta, daerah sedang Rp 18,42 juta dan daerah rendah Rp 12,12 juta. Wakil Ketua DPRD Kabupaten/kota KKD tinggi mendapat Rp 17,677 juta, daerah sedang Rp 13,057 juta dan daerah rendah Rp 9,277 juta.Sri Mulyani menambahkan,dengan revisi PP 37/2006 terjadi pengurangan beban APBD provinsi sebesar Rp 49,50 miliar atau 27,17% dari beban PP 37/2006 sebelum revisi Rp 182,17 miliar.Sementara,ujar dia, penghematan beban APBD Kabupaten/Kota dengan adanya revisi sebesar Rp 407,22 miliar atau 36,10% dari beban PP 37/2006 sebelum revisi Rp 1,128 triliun.Pengurangan beban APBD seluruh Indonesia, ujar Sri, Rp 456,72 miliar atau 34,86% dari beban sebelum revisi PP 37/2006 sebesar Rp 1,3 triliun.Pemerintah merevisi PP 37/2006 karena besar rapel bagi anggota dewan dinilai memberatkan anggaran negara. Masyarakat mendesak ketentuan merapel tunjangan per 1 Januari 2006 dibatalkan. Bahkan mendesak pemerintah membatalkan peraturan yang disahkan November lalu.Pemerintah, ujar dia, sudah membuat perhitungan jumlah daerah yang sudah membayar, daerah yang sudah membayar sekaligus sudah mengembalikan dan daerah yang belum mengembalikan. "Jumlah yang Itu sebenarnya jumlahnya minoritas dibanding mereka yang mengembalikan. Jadi tidak terlalu apa ya, kecuali mereka semua sudah mengembalikan.PP 37/2006, ujar dia, masih berlaku sampai hari ini. "Tapi jika dalam 2-3 hari finalisasi asas retroaktif selesai dan presiden menandatangani, PP 37/2006 akan dicabut."Badriah
Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Peraturan Pemerintah dalam Sistem Presidensial

24 Juli 2017

Peraturan Pemerintah dalam Sistem Presidensial

Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan telah memicu kontroversi. Sebagian pihak menilai langkah ini lebih menggunakan pendekatan kekuasaan daripada persuasi. Sebab, berdasarkan peraturan ini, pemerintah dengan mudah membubarkan organisasi masyarakat (ormas) hanya dengan memberikan sanksi administrasi, yakni pencabutan izin sebagai badan hukum, lalu bubarlah organisasi itu. Maka, peraturan ini akan mengancam keberadaan ormas di Indonesia, terutama yang kritis terhadap pemerintah.


Revisi PP 37/2006 Dinilai Kurang Tegas

23 Maret 2007

Revisi PP 37/2006 Dinilai Kurang Tegas

Menteri Dalam Negeri dinilai tidak tegas dalam melakukan revisi PP No 37/2006 khususnya mengenai tidak adanya sanksi bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang sudah menerima rapelan kenaikan tunjangan mereka.


DPRD Belum Tentukan Sikap atas Revisi PP 37

4 Maret 2007

DPRD Belum Tentukan Sikap atas Revisi PP 37

Kalangan DPR Daerah sampai Minggu (4/3) belum menentukan sikapnya atas keputusan pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD.


"Revisi PP 37 Harus Secepatnya Diterapkan"

2 Maret 2007

"Revisi PP 37 Harus Secepatnya Diterapkan"

DPRD Provinsi Jawa Tengah meminta agar pemerintah segera menerapkan hasil revisi Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pemimpin dan Anggota DPRD.


Tetap Beri Rapelan, DPR Diminta Turunkan Presiden

2 Maret 2007

Tetap Beri Rapelan, DPR Diminta Turunkan Presiden

"Karena presiden telah menerbitkan aturan yang koruptif, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2006," ujar Agus Susilo dari Pengurus Pusat Lakpesdam Nahdlatul Ulama yang tergabung dalam Koalisi Nasional di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jumat (2/3).


MA : Pengembalian Rapelan Dicicil Tidak Langgar Hukum

1 Maret 2007

MA : Pengembalian Rapelan Dicicil Tidak Langgar Hukum

Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan menyatakan pengembalian rapelan tunjangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dengan cara dicicil tidak melanggar hukum. "Tidak apa-apa. Tidak melanggar prinsip retroaktif," kata Bagir seusai melantik Ketua Pengadilan Tinggi, di Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (1/3).


Pengembalian Rapel Tak Masuk Revisi PP 37

27 Februari 2007

Pengembalian Rapel Tak Masuk Revisi PP 37

Menteri Dalam Negeri Mohammad Ma'ruf mengatakan mekanisme pengembalian uang rapelan tunjangan komunikasi tidak akan akan dimasukkan dalam revisi Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2006 tentang Susunan Kedudukan dan Tunjangan Komunikasi Anggota DPRD.


Koalisi Nasional Minta Dukungan Kaum Agama Cabut PP Tunjangan DPRD

18 Februari 2007

Koalisi Nasional Minta Dukungan Kaum Agama Cabut PP Tunjangan DPRD

Koalisi Nasional merupakan gabungan beberapa LSM menggalang dukungan lembaga keagamaan untuk mendesak pemerintah dalam pencabutan Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 2006 tentang kedudukan protokoler dan keuangan pimpinan dan anggota DPRD.


Mekanisme Pengembalian Dana Rapelan Timbulkan Dilema Hukum

16 Februari 2007

Mekanisme Pengembalian Dana Rapelan Timbulkan Dilema Hukum

Menteri Sekretaris Negara, Yusril Ihza Mahendra, mengaku sulit merumuskan mekanisme hukum pengembalian dana rapelan karena tidak dikenalnya istilah berlaku surut dalam hukum.


Golkar Sulawesi Tenggara Juga Akan Tegur Angotanya yang Tolak Revisi PP 37

15 Februari 2007

Golkar Sulawesi Tenggara Juga Akan Tegur Angotanya yang Tolak Revisi PP 37

Setelah DPD Jawa Tengah, kini giliran DPD Golkar Sulawsi Tenggara yang akan memberi sanksi kepada anggotanya yang menolak revisi PP 37 tahun 2006 tentang tambahan tunjangan komunikasi.