5. Melenceng dari Fakta Sejarah
Film G 30 S PKI itu menuai kritik dari para sejarawan, melenceng dari fakta sejarah. Misalnya Dr Asvi Warman Adam menuliskan adanya kelemahan historis film itu detail. Asvi menunjuk peta Indonesia yang berada di ruang Kostrad sudah memuat Timor Timur sebagai bagian dari Indonesia. Faktanya, tahun 1965/1966 Timor Timur belum berintegrasi.
BACA: Penghianatan G 30 S PKI, Menuai Kejanggalan Sejarah
Fakta lainnya, protes dari perwira TNI salah satunya Marsekal Udara Saleh Basarah yang mewakili TNI Angkatan Udara. Saleh Basarah dan para perwira TNI AU keberatan karena film itu mengulangulang keterlibatan perwira AURI pada peristiwa 30 September. Basarah adalah Kepala Staf Angkatan Udara pada tahun 1973-1977. Saleh meninggal dunia pada 11 Februari 2010.
6. Tak Sesuai Semangat Reformasi
Penayangan film itu akhirnya dihentikan pada September 1998, empat bulan setelah Soeharto lengser. Yunus Yosfiah, Menteri Penerangan saat itu mengatakan, pemutaran film bernuansa pengkultusan tokoh, seperti film Pengkhianatan G 30 S PKI, Janur Kuning, dan Serangan Fajar tidak sesuai lagi dengan dinamika Reformasi. "Karena itu, tanggal 30 September mendatang, TVRI dan TV swasta tidak akan menayangkan lagi film Pengkhianatan G30S/PKI," ujar Yunus.
Sebagai gantinya, Departemen Penerangan bekerja sama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan mempersiapkan sebuah film yang terdiri dari tiga episode. Film berjudul Bukan Sekadar Kenangan itu disutradarai Tatiek Mulyati Sihombing.
WDA | PUSAT DATA ANALISA TEMPO