TEMPO.CO, Jakarta - Meski akan segera pensiun, hingga kini belum ada tanda-tanda siapa yang akan menjadi pengganti Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Achmad Djuned. Padahal Sekretaris Kabinet Pramono Anung sudah mengirimkan surat kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk segera menindaklanjuti masalah tersebut.
Namun hingga September belum ada tanda-tanda seleksi segera digelar. Pramono Anung membenarkan bahwa ia telah mengirimkan surat yang dinyatakan sebagai surat rahasia tersebut.
Baca juga: Kasus Suap Satelit Bakamla, KPK Periksa Sekjen DPR
Namun ia enggan berkomentar apakah surat itu sudah direspons DPR atau belum. "Seharusnya surat itu rahasia. Merdeka," ucapnya kepada Tempo via pesan singkat, Senin, 4 September 2017.
Kalau benar seleksi tidak akan digelar, hal tersebut akan memperpanjang tradisi pengangkatan Sekjen secara mutasi di era kepemimpinan Setya Novanto. Pelantikan Achmad Djuned pada Maret lalu dikritik berbagai pihak karena bertentangan dengan reformasi birokrasi.
Baca juga: Suap di Kementerian Pekerjaan Umum, KPK Periksa Plt Sekjen DPR
Sebelumnya, mantan Sekjen DPR, Winaningtyas, juga dilantik lewat cara mutasi oleh Setya. Saat Ade Komarudin menjadi Ketua DPR sementara, ia menggantinya dengan seleksi terbuka sebelum dibalikkan lagi ke cara mutasi oleh Setya.
Secara undang-undang, pemilihan Sekjen DPR dengan cara mutasi adalah cara yang salah. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, perekrutan pimpinan tinggi madya di sebuah instansi pemerintah harus menggunakan metode seleksi terbuka, bukan mutasi.
Baca juga: Soal Gedung Baru DPR, Jusuf Kalla: Pemerintah Masih Moratorium
Pramono, dalam surat yang dikirim pada April lalu, sudah mewanti-wanti agar seleksi dilakukan secara terbuka. Menurutnya, hal itu sesuai dengan undang-undang.
"Kami mohon pimpinan Dewan dapat melaksanakan seleksi terbuka jabatan Sekjen DPR sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan menyampaikan hasilnya kepada Presiden," ujar Pramono di surat itu.
ISTMAN M.P.