TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah lewat Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan keterangan dalam sidang uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan di gedung Mahkamah Konstitusi.
Sebelum menyampaikan pemaparan, Tjahjo memutar sebuah video berdurasi dua menit. Dalam video itu terlihat seorang penceramah mengajak para hadirin menegakkan hukum syariat Islam. Selain itu, sang penceramah mengajak umat meninggalkan sekat-sekat nasionalisme. "Hancurkan sekat nasionalisme," ucapnya.
Baca juga: Tjahjo Kumolo: Tak Boleh Kalah Terhadap Penggugat Perppu Ormas
Ceramah itu direkam saat Hizbut Tahrir Indonesia menggelar Muktamar Khilafah di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Juni 2013. Ribuan anggota HTI dari berbagai daerah meramaikan acara tersebut.
Tjahjo menjelaskan, Perpu Ormas harus dipahami secara utuh dan menyeluruh. Pemerintah tidak melarang pihak atau kelompok berpikir dan mengembangkan ajaran tertentu. Menurut Tjahjo, pemerintah hanya membatasi ide atau pemikiran yang bertentangan dengan ideologi bangsa atau Pancasila. "Ini penting untuk menjaga keutuhan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)," katanya.
Ada tujuh nomor perkara yang diajukan sejumlah pemohon untuk uji materi Perpu Ormas. Salah satunya nomor perkara 39/PUU-XV/2017 dengan pemohon Ismail Yusanto (juru bicara HTI). Ismail meminta MK untuk menguji materi Perpu Ormas Pasal 59 ayat 4 huruf c sepanjang frasa “menganut”, Pasal 61 ayat 3, Pasal 62, Pasal 80, dan Pasal 82A.
Pemerintah sepakat dengan pemohon yang menyatakan pemikiran tidak bisa dipidana. Meski demikian, Tjahjo menyatakan frasa “menganut” yang dimaksud pemohon di mata pemerintah masuk ke kategori perbuatan yang konkret. "Frasa menganut dalam a quo harus dimaknai satu kesatuan," ucap Tjahjo.
Mengakhiri keterangannya, Tjahjo Kumolo meminta majelis hakim MK menolak uji materi seluruhnya atau meminta agar tidak dapat diterima. "Perpu Ormas telah memenuhi tata cara pembentukan Perpu," katanya.
ADITYA BUDIMAN