TEMPO.CO, Jakarta - Untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara perekonomian terbesar ketujuh di dunia dalam 15 tahun ke depan, masih diperlukan penambahan tenaga terampil (skilled workers) sebanyak 3,8 juta orang setiap tahunnya. Pada 2015, tenaga terampil Indonesia tercatat sebanyak 56 juta orang.
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri mengutarakan saat ini lulusan perguruan tinggi di Indonesia per tahun mencapai sekitar 800 ribu orang. Jika diasumsikan seluruh lulusan itu memiliki kompetensi bagus, jumlahnya juga masih kurang untuk mewujudkan Indonesia menjadi negara perekonomian terbesar ketujuh di dunia. “Itu bukti untuk menambah tenaga terampil sebanyak 3,8 juta orang per tahun, tidak bisa hanya mengandalkan jalur pendidikan saja,” ujarnya saat menjadi pembicara pada acara Seminar Nasional Pemanfaatan Demografi Indonesia yang diselenggarakan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/BAPPENAS), Selasa, 29 Agustus 2017.
Baca Juga:
Hasil riset dari McKinsey Global Institute menunjukkan Indonesia akan menjadi negara dengan perekonomian terbesar ketujuh secara global pada 2030. Saat itu, Indonesia akan mengalami bonus demografi. Hanif mengatakan saat itu, kualitas SDM Indonesia harus berada pada posisi kualitas yang baik. “Kalau tidak dikelola dan disiapkan dengan baik, maka akan menjadi bencana. Tapi jika dikelola dengan baik akan menjadi kekuatan besar,” ucapnya.
Karenanya, kata Hanif, untuk membangun SDM berkualitas saat ini Kementerian melakukan beberapa terobosan. “Bagi angkatan kerja lulusan SD atau SMP, kami tingkatkan kompetensinya dengan pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK),” ujarnya.
Hanif menambahkan, Kementerian mencanangkan pemagangan berbasis kompetensi bagi angkatan kerja yang ingin meningkatkan keterampilan. “Di saat ekonomi telah berbasis pengetahuan, sekarang ini yang perlu dilakukan adalah bagaimana mensinkronkan kualitas SDM dengan perkembangan teknologi,” katanya.
Baca Juga:
Diutarakan Hanif dari 15,27 juta orang penduduk yang bekerja dari lulusan perguruan tinggi, hanya 5,75 juta orang (37,65 persen) yang jurusan pendidikannya sesuai dengan jabatan pekerjaanya. Hingga saat ini, banyak status pendidikan yang tidak sesuai dengan kompetensinya. Misalnya lulusan S1 tetapi tidak bisa melakukan pekerjaan yang seharusnya mereka kuasai. “Perkembangan teknologi akan membunuh pekerjaan lama, tapi juga akan menciptakan pekerjaan baru. Namun dituntut SDM yang lebih berkualitas. Karakter pekerjaaan kita terus berubah, tapi sisi penawarannya cukup lambat untuk berubah,” tuturnya. (*)