TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Tito Karnavian, mengatakan aplikasi Telegram menjadi media komunikasi favorit yang digunakan anggota jaringan teroris. Menurut dia, selama dua tahun terakhir terjadi 17 aksi teror yang terkait dengan penggunaan aplikasi buatan Pavel Durov dan Nikolai Durov ini.
"Sekarang kan jaringan ini sudah tau bahwa telepon bisa disadap, handphone, sms bisa disadap, sehingga mereka mencari saluran komunikasi lain yang aman buat mereka," kata Tito sebelum rapat dengan Komisi Hukum di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 17 Juli 2017.
Baca:Jokowi: Pemblokiran Telegram Sudah Lama Dipertimbangkan
Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme ini menjelaskan saat ini marak fenomena aksi terorisme, yang dilakukan pelaku tunggal (lone wolf). Para pelaku ini diduga mendapatkan pengetahuan untuk melancarkan aksinya lewat penggunaan teknologi informasi seperti Telegram.
Baca: Mengapa Telegram Disukai Teroris ? Berikut Analisis Polisi
"Jadi kalau dulu Dr. Azhari mengajari muridnya untuk membuat bom secara langsung, sekarang cukup dengan online dan chatting,"
Menurut Tito, Telegram menjadi aplikasi favorit jaringan terorisme karena tiga kelebihannya. Pertama aplikasi ini mampu membuat super grup yang anggotanya mencapai 10 ribu orang dan tidak dapat dilacak. "Bahkan bisa masuk kelompok lain tanpa ketahuan adminnya siapa," ujarnya.
Baca: Telegram Diblokir, 5 Negara Ini Lebih Dulu Larang Media Sosial
Kelebihan lainnya adalah adanya end to end encryption sehingga tidak memungkinkan untuk disadap.
Adapun kelebihan yang ketiga yaitu akun pengguna Telegram tersembunyi. "Tidak harus tahu nomor handphone-nya, tapi cukup gunakan user name untuk saling kontak,"
Tito menjelaskan polisi memahami layanan privasi yang ditawarkan pengelola Telegram. Namun, bila fitur ini berada di tangan yang salah, seperti kelompok teroris, maka dampak negatif yang ditimbulkannya besar. "Ini sangat berbahaya karena kami tidak bisa melacak mereka, terjadi nanti meledak-ledak di mana-mana," kata Tito.
Mantan Kapolda Metro Jaya ini mengaku awalnya dia tidak berencana Telegram ditutup. Menurut dia, polisi hanya meminta pengelola untuk mendapat akses untuk melacak pergerakan terorisme.
"Ini masalah keamanan nasional, masalah keamanan negara. Fine, privasi boleh, tapi keamanan negara juga penting," kata Tito.
AHMAD FAIZ