TEMPO.CO, Garut - Siti Rokayah, 83 tahun nampak begitu segar. Raut kebahagiaan tersirat di wajahnya yang telah memasuki senja. Kebahagiaan itu ia dapat dari putusan hakim Pengadilan Negeri Garut, Jawa Barat, yang membebaskan dari gugatan anaknya sendiri sebesar Rp 1,8 miliar.
Siti Rokayah kena masalah gugatan anaknya, karena utang piutang antara anaknya yakni Yani Suryani dan Asep Rohendi. "Tadi malam Amih (Siti) tidurnya cukup pulas, hampir kesiangan sahur juga. Biasanya kalau sudah solat malam, Amih susah tidur lagi," ujar Anak Bungsu Siti, Leni Nurlaeni, 43 tahun kepada Tempo, Kamis, 15 Juni 2017.
Baca juga:
Air Mata Siti Rokayah, Ibu yang Terbebas dari Gugatan Anak dan Mantu
Menurut dia, psikologis ibunya sudah mulai membaik pasca majelis hakim membacakan putusan gugatan pada Rabu, 14 Juni 2017 kemarin. Siti telah lama tinggal di rumah Leni yang berada di Jalan Bayongbong, kampung/Kelurahan Muarasanding, Kecamatan Garut Kota.
Siti juga mengaku lega atas penolakan hakim terhadap gugatan anaknya itu. Namun meski begitu, dia masih berharap agar dapat bertemu dengan anaknya yang bernama Yani. "Ya kangen karena sudah lama tidak bertemu. Namanya juga ibu ke anak. Kemarin saya juga mencari di pengadilan tidak ada," ujar Siti.
Meski telah menyakiti hatinya, namun Siti tetap masih menyayangi Yani. Bahkan dia pun telah memaafkan perbuatan Yani. Akan tetapi Siti berharap, agar Yani bisa datang ke Garut untuk meminta maaf ke saudaranya yang lain.
Baca pula:
Balada Siti Rokayah, Ibu Digugat Anak Sampai Rp 1,8 Miliar
Tak hanya itu, untuk merukunkan kembali ketigabelas anaknya, Siti terpaksa menjual rumah sepeninggalan suaminya. Hasil penjualan rumah itu akan dibagikan ke seluruh anaknya. Dia berharap uang itu bisa melunasi utang yang dimiliki anaknya terutama Asep yang memiliki utang ke Yani. "Amih hanya ingin semuanya rukun. Amih malu dengan kejadian ini, semua orang di Indonesia jadi tahu. Padahal masalahnya tidak terlalu besar," ujarnya.
Leni mengaku usai putusan kemarin, belum memutuskan langkah apa yang akan diambil. Namun agenda dekat yang akan dilakukan yakni menggelar syukuran dengan acara buka bersama. "Pembahasan lainnya, Kang Asep akan berusaha melunasi utangnya ke Teh Yani," ujarnya.
Silakan baca:
Gugat Ibu Rp 1,8 M, Anak: Kalau Menang, 50 Persen Dikasih ke Ibu
Menurut Leni, pihak keluarga hanya meminta Yani untuk datang ke Garut dan meminta maaf ke Ibunya. Karena perbuatannya telah menyakiti hati ibunya meski tidak diperlihatkan. "Kami harap teh Yani datang dan minta maaf," ujarnya.
Penasehat hukum Yani dan Handoyo, Jopie Gilalo, mengaku belum dapat mengambil sikap atas putusan hakim. Selain itu, dia juga membantah bila kliennya membuat laporan polisi kembali. "Pak Handoyo belum berdiskusi lagi dengan saya langkahnya akan seperti apa. Mungkin sekarang beliau masih menenangkan diri," ujarnya.
Menurut dia kliennya masih sakit hati terhadap saudaranya. Alasannya karena utang yang diakui saudaranya itu hanya Rp 20 juta. Padahal Handoyo meminjamkan uang sebesar Rp 41 juta. "Masih sakit hati, kok utangnya tidak diakui," ujarnya.
Kasus ini berawal pada awal 2001. Kala itu Asep Ruhendi anak Siti keenam tidak bisa melunasi pinjaman ke Bank BRI Cabang Garut sebesar Rp 40 juta. Beruntung Handoyo mau membantu melunasi hutang Asep. Pinjaman pertama diberikan sebesar Rp 21,5 juta yang dikirim ke Asep melalui transfer bank. Sementara sisanya akan diberikan langsung ke Asep.
Namun uang yang dijanjikan Handoyo tak kunjung diberikan. Sisa utang Asep ke bank pun akhirnya dilunasi oleh anggota keluarga yang lainnya. "Pengakuan Handoyo uang telah diberikan semua. Tapi Asep tidak pernah menerima uang itu semuanya," ujar juru bicara keluarga Eep Rusdiana
Persoalan utang antara Asep dan Yani, tidak pernah dibahas selama bertahun-tahun. Namun, pada Oktober 2016 lalu, Yani datang dari Jakarta ke Garut membujuk Siti Rokayah untuk menandatangani surat pengakuan berhutang yang dibuat bersama suaminya.
Yani memohon kepada Siti Rokayah, untuk menandatangani surat pengakuan berhutang tersebut. Bila tidak, dia akan diceraikan oleh suaminya. Karena merasa iba, Siti pun menandatangani surat tersebut tanpa berpikir panjang. "Saya beserta saudara yang lainnya juga turut tanda tangan menjadi saksi di surat itu," ujar Eep.
Dalam surat hutang bermaterai tanggal 8 Oktober 2016, disebutkan Siti Rokayah
Memiliki hutang senilai 501,5 gram emas pada 6 Februari 2001. Utang itu telah melewati batas waktu pelunasan yang dijanjikan, yaitu dua tahun. Nilai utang saat itu adalah Rp40.274.904, yang disepakati setara dengan harga emas murni pada 2001 silam sebesar Rp80,200 per gram.
Selain itu, dalam surat hutang juga disebutkan jaminan hutang berupa sertifikat tanah dan rumah di Desa Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota, Kabupaten Garut. "Anehnya jaminan sertifikat itu tidak ada di Handoyo, karena sertifikat itu dari dulu sampai sekarang ada di saya," ujar Nanang, salah seorang putra Siti yang lainnya.
Namun dalam gugatan di pengadilan, Yani dan Handoyo menuntut kerugian materil nilai emas seberat 501,5 gram, yang dikonversikan dengan nilai saat ini adalah Rp640.352.000,. Selain itu juga menuntut kerugian imateril sebesar Rp1,2 miliar. Sehingga total yang dituntut itu kurang lebih sebesar Rp1,8 miliar.
Sebelum memasuki proses persidangan pengadilan terlebih dahulu menggelar mediasi antara kedua belah pihak. Dalam mediasi pihak tergugat (Siti Rokayah) menyanggupi untuk membayar Rp150 juta. Angka itu berdasarkan perhitungan harga emas yang dijadikan dasar gugatan Yani. "Penggugat menolaknya dan bersikukuh terhadap gugatannya sebesar Rp1,8 miliar," ujar penasehat hukum tergugat, Djohan Djauhari.
Selama persidangan majelis hakim telah berulang kali menyarankan Handoyo untuk mengurungkan niatnya melakukan gugatan terhadap ibu mertuanya dan menempuh jalur kekeluargaan. Namun itu tidak digubris.
SIGIT ZULMUNIR