TEMPO.CO, Jakarta -- Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri, Irman, mengatakan ada permintaan uang dari pimpinan Komisi II, yang membidangi pemerintahan, untuk mensukseskan pembahasan proyek e-KTP di parlemen.
Permintaan ini, kata Irman, disampaikan Ketua Komisi II DPR periode 2009-2014 Burhanudin Napitupulu.
Baca: Menristek Dikti Bentuk Konsorsium untuk Proyek KTP Elektronik
"Saya dipanggil Pak Burhanudin. Dia bilang ini bagus sekali, saya mendukung. Tapi kawan-kawan di DPR butuh “perhatian”," kata Irman di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 12 Juni 2017. Irman mengatakan dia berasumsi Burhanudin meminta sejumlah uang untuk dibagikan kepada anggota DPR.
Irman mengatakan saat itu dia menolak untuk memberikan uang kepada anggota DPR untuk memuluskan pembahaan proyek e-KTP. Namun, kata dia, Burhanudin mengatakan, "Pak Irman jangan salah tangkap. Sudah ada orang yang menyediakan uangnya. Namanya Andi Agustinus. Dia orangnya baik, kawan-kawan sangat percaya dia."
Baca: Proyek E-KTP, Cerita Paulus Tannos Dua Kali Bertemu Setya Novanto
Sepekan kemudian, Andi muncul di kantor Irman dan mengenalkan diri. Irman membeberkan bahwa Andi menawarkan dalam pertemuan itu untuk mengenalkan Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi dan Administrasi Direktorat Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, dengan Setya Novanto.
"Dia bilang kunci anggaran ini bukan di Komisi II, tapi di Setya Novanto," ujar Irman.
Setelah itu, terjadi pertemuan di Hotel Gran Melia yang dihadiri Irman, Sugiharto, Andi Narogong, Setya Novanto, dan mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni. Adanya pertemuan ini dibenarkan Diah, Irman dan Sugiharto. Namun disangkal Setya Novanto dan Andi Narogong.
Pada 2011, Irman bertemu dengan Sugiharto di ruang kerjanya. Pada pertemuan itu, Sugiharto memperlihatkan secarik kertas berisi catatan dari Andi Narogong yang berisi rencana penyaluran uang dengan total Rp 520 miliar.
Adapun rinciannya: K atau kuning untuk Golkar Rp 150 miliar; B atau biru untuk Demokrat Rp 150 miliar; M atau merah untuk PDIP sebesar Rp 80 miliar; MA atau Marzuki Ali sebesar Rp 20 miliar; CH atau Chairuman Harahap sebesar Rp 20 miliar; LN atau partai lain sebesar Rp 80 miliar.
"Ini rencana enggak mungkin terjadi kalau enggak ada kesepakatan Andi dengan konsorsium," kata Irman. Dia mengaku mendapat jatah US$ 300 ribu (sekitar Rp 4 miliar) dan Rp 50 juta namun sudah dikembalikan ke KPK.
MAYA AYU PUSPITASARI
Video Terkait: Sidang Kasus E-KTP, Irman: Saya Tertekan Intervensi DPR