TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai gerah atas usul hak angket yang hendak digulirkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan langkah yang dilakukan anggota Dewan itu berisiko menghambat proses hukum dalam penanganan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik atau e-KTP. "Kami percaya, partai politik dapat mempertimbangkannya," ujarnya di kantornya, Kamis, 27 April 2017.
Seharusnya, Febri melanjutkan, semua kalangan turut mengawal proses hukum kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun ini. Bila ada anggota Dewan yang keberatan dalam kasus itu, lebih baik melakukan upaya hukum ketimbang menggulirkan hak angket. Febri menegaskan, KPK akan tetap melanjutkan proses hukum e-KTP meskipun DPR menggulirkan hak angket.
Baca: Formappi Nilai Hak Angket DPR ke KPK untuk Lindungi Teman Sejawat
Ihwal hak angket pertama kali mencuat dalam rapat dengar pendapat antara KPK dan Komisi Hukum DPR pada 19 April 2017. Ketika itu KPK menolak permintaan Komisi Hukum membuka rekaman pemeriksaan Miryam Haryani ihwal kasus korupsi proyek e-KTP. Penolakan itu membuat Komisi Hukum meradang sehingga berencana menggulirkan hak angket. Sejumlah nama anggota Dewan memang sempat disebut ikut menerima aliran duit rasuah itu.
Kamis kemarin, surat usulan hak angket dibacakan dalam rapat paripurna oleh pimpinan DPR. Pimpinan DPR bersama pimpinan fraksi pun membawanya ke rapat Badan Musyawarah. Hasilnya, hari ini para pengusul hak angket akan membacakannya kembali dalam sidang paripurna dan meminta persetujuan anggota Dewan untuk melanjutkan hak tersebut.
Baca: Kasus E-KTP, Farhat Sebut Ada Intimidasi terhadap Elza Syarief
Hak angket juga melebar dari tujuan awal. Selain untuk membuka rekaman Miryam, hak angket DPR bertujuan mempersoalkan kelebihan gaji pegawai KPK, belanja Direktorat Monitor Kedeputian Informasi dan Data, pembayaran belanja perjalanan dinas, honor Deputi Penindakan, dan perencanaan gedung KPK.
Pengamat hukum tata negara, Refli Harun, menyatakan heran atas sikap para anggota Dewan yang berencana menggulirkan hak angket atas KPK. Seharusnya, ujar dia, hak angket ditujukan kepada pemerintah, bukan lembaga penegak hukum seperti KPK. Menurut Pasal 79 ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR, dan DPRD, hak angket merupakan langkah penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang berdampak luas terhadap masyarakat. "Hak angket ini terkesan dipaksakan, untuk bumper anggota Dewan yang disebut terlibat kasus e-KTP," katanya.
Baca: Miryam S. Haryani Masuk DPO, KPK Yakin Masih di Indonesia
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah membantah semua tudingan bahwa hak angket akan menghambat kinerja KPK. "Itu fungsi kami, untuk pengawasan KPK," ujarnya.
Salah satu inisiator hak angket, Masinton Pasaribu, hakulyakin usul hak angket akan disetujui dalam rapat paripurna. Alasannya, menurut dia, banyak anggota dan fraksi yang mempertanyakan kinerja KPK. Begitu pula Sekretaris Fraksi Hanura Dadang Rusdiana.
Ketua Komisi Hukum Bambang Soesatyo mengatakan anggota Dewan yang meneken persetujuan hak angket sudah lebih dari cukup. Dalam aturan, ucap dia, syaratnya adalah 25 anggota dari dua fraksi. "Selanjutnya menjadi domain pimpinan fraksi di DPR nanti."
HUSSEIN ABRI | AHMAD FAIZ | DENNIS