TEMPO.CO, Bangkalan - Bupati Bangkalan Makmun Ibnu Fuad meninjau Pelabuhan Timur di Desa Kamal, Kecamatan Kamal, Minggu, 2 April 2017. Ia ditemani sejumlah pejabat dan pegiat wisata lintas asosiasi. Makmun meminta masukan dari pegiat wisata untuk menyulap Pelabuhan Kamal menjadi obyek wisata bahari.
Tak kuat menahan terik matahari, bupati mengarahkan para tamu mampir ke sebuah warung di pelabuhan yang pernah menjadi pelabuhan tersibuk di Asia Tenggara itu. Diskusi tentang destinasi wisata berlanjut di warung itu.
Baca: Polisi Bangkalan Lumpuhkan Begal di Jembatan Suramadu
Misriani, 48 tahun, pemilik warung gelagapan begitu tahu pengunjung warungnya adalah Bupati Bangkalan. Ia berusaha memberikan pelayanan maksimal kepada anak Fuad Amin, bekas Bupati Bangkalan, yang kini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, karena kasus pencucian uang dan penyalahgunaan wewenang. Makmun memesan segelas kopi susu.
"Yang penting saya tidak digusur dan tetap diberi tempat berjualan," kata Misriani saat dimintai pendapat soal rencana menyulap Pelabuhan Kamal menjadi obyek wisata bahari.
Kecamatan Kamal memiliki dua pelabuhan kapal feri yang melayani penyeberangan ke Surabaya. Rute ini dikenal dengan sebutan penyeberangan Ujung-Kamal. Sebelum Jembatan Suramadu dioperasikan, jumlah penumpang, baik orang maupun kendaraan, mencapai 15 ribu per hari.
Simak: Begal Spesialis Suramadu Juga Pecandu Sabu
Namun pasca-pembangunan Jembatan Suramadu, penumpang terus menyusut dan jumlahnya kini di kisaran 1.000 orang dan kendaraan per hari. Karena sepi, Dermaga Timur ditutup dan hanya Dermaga Barat yang dibuka dengan dua kapal.
Banyak pedagang angkat kaki, tapi tidak dengan Misriani. Meski di awal 'matinya' Pelabuhan Timur dia sempat kesulitan, akhirnya Misriani menemukan formula jitu meramaikan warungnya dengan berjualan kopi hingga larut malam.
Kelap-kelip lampu Kota Surabaya di seberang dijadikan bonus gratis bagi muda-mudi yang nongkrong dan ngopi di warungnya. Agar pengunjung lebih rileks, dia menyediakan tikar yang digelar di sepanjang jembatan menuju dermaga.
Lihat: Pejabat Bangkalan Jadi Tersangka Korupsi Mesin Perahu Tempel
Di situlah, muda-mudi nongkrong dan menikmati suasana laut sampai larut malam. Pelanggannya kebanyakan mahasiswa dari Universitas Trunojoyo Madura, satu-satunya Universitas negeri di Pulau Garam. "Alhamdulillah, sejak jualan kopi sampai larut malam, pendapatan lebih-kurang sama dengan saat pelabuhan masih aktif," ujar dia.
Makmun memastikan pedagang kaki lima seperti Misriani tak akan tersingkir meski nantinya pelabuhan itu menjadi kawasan wisata. Dia justru ingin melibatkan masyarakat secara aktif mengelola wisata bahari. "Saya ingin perekonomian warga Kamal hidup lagi," katanya.
Sebelum wisata bahari dibangun, Makmun ingin warga Kamal menyayangi laut dengan tidak membuang sampah dan buang air. Salah satu cara membentuk masyarakat peduli wisata di Desa Kamal, kata dia, yaitu dengan membenahi MCK warga.
Baca juga: Risma Ajak Menteri Basuki Pelesir ke Jembatan Suroboyo
Setelah melihat kondisi pelabuhan Timur, para pegiat wisata menilai Pelabuhan Kamal bisa disulap menjadi seperti obyek wisata Tanjung Benoa. Namun, kata dia, pembangunannya tidak bisa "simsalabim", tapi harus bertahap dengan sistem pendanaan multiyears.
"Setelah ini, kami akan buat konsep. Kalau konsep sudah jadi, saya yakin akan ada investor yang tertarik membiayai," ujar Agus Rejeki, salah satu pegiat wisata dari Asosiasi Travel Indonesia.
Agus sepakat dengan bupati. Sebelum proyek ambisius itu berjalan, perilaku warga Kamal harus berubah. Utamanya, harus lebih peduli terhadap kebersihan kawasan pesisir dengan tidak membuang sampah atau buang air ke laut. "Kalau laut tidak bersih, tujuan destinasi wisata bahari tak akan terlaksana," katanya.
MUSTHOFA BISRI