TEMPO.CO, Solo-Pemerintah berharap konflik internal di Keraton Kasunanan Surakarta selesai sebelum berlangsungnya upacara adat Tingalan Dalem pada April 2017.
Untuk menyelesaikan kemelut yang berkepanjangan itu anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jenderal (Purnawirawan) Subagyo Hadi Siswoyo menggelar pertemuan pertutup dengan perwakilan Keraton Surakarta di Rumah Dinas Wali Kota Surakarta, Sabtu 25 Maret 2017. Mereka membicarakan langkah-langkah yang akan diambil untuk menata ulang bekas peninggalan Mataram Islam itu.
Baca: SBY Bentuk Tim Penyelesaian Konflik Kraton Solo
Usai pertemuan, Subagyo menjelaskan bahwa pemerintah siap memberikan fasilitas untuk tercapainya perdamaian di internal keraton. "Baik menjelang acara Tingalan Jumenengan hingga masa-masa mendatang," kata dia.
Menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu pemerintah memiliki kepentingan terhadap terciptanya perdamaian di Keraton Surakarta. "Keraton itu termasuk sebuah cagar budaya. Pemerintah wajib untuk ikut menjaga kelestarian peninggalan kebudayaan," kata dia.
Dalam proses penyelesaian konflik, kata Subagyo, pemerintah tidak akan ikut campur terlalu dalam. Meski demikian, pemerintah siap memberikan fasilitas untuk penyelesaian konflik tersebut. "Ini sebenarnya masalah keluarga," katanya.
Simak: Konflik Keraton Solo, Raja dan Wakilnya Tampil di Sriwedari
Menurut Subagyo, Presiden Joko Widodo memberi perhatian yang besar terhadap kelestarian cagar budaya di Keraton Surakarta. "Perhatian ini diberikan sejak beliau menjadi Wali Kota Surakarta," katanya.
Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo menegaskan pemerintah tidak memiliki kepentingan dengan konflik di internal keraton. "Perhatian utama kami hanyalah kelangsungan pemeliharaan cagar budaya," katanya.
Hadi menuturkan upaya pemerintah dalam mendorong penyelesaian konflik Keraton Surakarta telah berlangsung sejak lama. Hanya saja, hingga saat ini upaya tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan.
Lihat: Paku Buwana XIII Digugat Anak dan Keponakannya Rp 2,1 Miliar
Perwakilan Keraton Surakarta yang hadir dalam pertemuan itu, GPH Benowo, enggan memberikan keterangan. Dia langsung meninggalkan rumah dinas wali kota begitu pertemuan usai. Saat dihubungi, telepon selulernya juga tidak aktif.
Konflik di Keraton Kasunanan meletup sejak Paku Buwana XII wafat tanpa menunjuk permaisuri maupun putra mahkota pada 2004. Dua anaknya, Hangabehi dan Tedjowulan, sama-sama mengklaim sebagai penerus Paku Buwana XII dan bergelar sebagai Paku Buwana XIII.
Keluarga dan kerabat keraton terpecah menjadi dua kubu. Hangabehi bertahta di dalam keraton, sedangkan Tedjowulan memilih bertahta di daerah Badran, Kotabarat.
Belakangan, raja kembar itu rujuk setelah Tedjowulan akhirnya melepas gelarnya dan mengakui Hangabehi sebagai Paku Buwana XIII. Namun, kelompok pendukung Hangabehi menolak rekonsiliasi itu. Beberapa tahun belakangan, kelompok yang menamakan diri sebagai Dewan adat itu justru sering berkonflik dengan Hangabehi maupun Tedjowulan.
AHMAD RAFIQ