TEMPO.CO, Jakarta -Migrant Care meminta Presiden Joko Widodo memprioritaskan agenda perlindungan buruh migran Indonesia dalam pembicaraan bilateral dengan Kepala Negara Saudi Arabia, Raja Salman. "Yaitu mengenai komitmen perlindungan pekerja rumah tangga migran dan diplomasi pembebasan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati." Direktur Eksekutif Migrant CARE, Wahyu Susilo menyampaikannya melalui aplikasi perpesanan Whatsapp, Rabu, 1 Maret 2017.
Wahyu mengatakan Saudi Arabia merupakan negara tujuan utama buruh migran Indonesia ke Timur Tengah. Jumlahnya sekitar 1,5 juta dan sebagian besar bekerja sebagai pekerja domestik. Migrant Care mencatat Kementerian Luar Negeri, Kementerian Ketenagakerjaan, dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), semua menyatakan bahwa kasus tertinggi yang dialami oleh buruh migran Indonesia berada di Arab Saudi.
Baca:
JBMI: Libatkan Buruh Revisi UU Penempatan TKI di Luar ...
Buruh Migran Kecam Cuitan Fahri Hamzah di Twitter
Disebut 'Babu', Buruh Migran Anggap Fahri Hamzah ...
"Kasus-kasus itu antara lain penganiayaan, pemerkosaan hingga pembunuhan serta kasus-kasus perburuhan lainnya." Selain itu, kata dia, sistem kaffala yang masih berlaku di Saudi Arabia mengakibatkan puluhan ribu pekerja domestik migran Indonesia yang melampaui izin tinggal tidak bisa memproses pembaruan dokumen dan tertahan pulang. Sebagian bahkan terjebak dalam sindikat perdagangan manusia.
"Hingga saat ini, masih ada puluhan buruh migran Indonesia yang hidupnya berada di ujung tanduk.” Ada yang masuk dalam daftar tunggu eksekusi mati, ada juga yang diproses pengadilan dengan ancaman hukuman mati.
Baca juga:
Bertemu Raja Arab, Pemerintah Minta Perlindungan Hukum WNI
Kemenlu: Raja Arab Salman Tak Berencana Bertemu Rizieq Syihab
Menurut Migrant Care, dalam satu dekade terakhir, ada empat pekerja domestik dari Indonesia yang sudah dieksekusi mati. Yaitu Yanti Iriyanti (2008), Ruyati (2011), Siti Zaenab dan Karni (2015).
REZKI ALVIONITASARI