TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi tak bisa menjerat Rolls-Royce, perusahaan produsen mesin asal Inggris yang diduga menyuap Emirsyah Satar yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Pasalnya, undang-undang Indonesia belum mengatur hal tersebut.
"Kita agak susah. Undang-undang kita belum bisa menjangkau ke sana. Sedangkan undang-undang Inggris memang ada," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat menggelar konferensi pers di KPK, Kamis, 19 Januari 2017.
Baca juga:
5 Lokasi Penggeledahan KPK Soal Suap Mesin Garuda
Emirsyah Satar Tersangka Suap, Begini Riwayat Kariernya
Rolls Royce diduga menyuap Emirsyah agar membeli mesin pesawat di perusahaannya. Rupanya, penyuapan itu juga dilakukan di negara lain, seperti Cina, Thailand, Malaysia, dan Rusia.
Karena itu, Rolls Royce mendapatkan hukuman dari Inggris dan harus membayar denda sebesar 671 juta pound sterling. "Jadi, di sana, kalau ada perusahaan Inggris atau Amerika Serikat yang menyuap orang yang ada di luar wilayah Inggris atau luar wilayah Amerika, dia bisa dituntut dengan undang-undang mereka. Kalau di kita, masih belum bisa," ucap Syarif.
Meski demikian, tutur Syarif, tak menutup kemungkinan KPK akan meminta kesaksian pihak Rolls-Royce untuk memberi keterangan dalam penyidikan kasus ini. "Kalau seandainya dibutuhkan keterangan Rolls Royce, itu akan dilakukan," katanya.
Syarif berujar, saat ini, lembaganya masih mengandalkan informasi Serious Fraud Office (SFO), badan antikorupsi di Inggris, dan Corrupt Practice Investigation Bureau (CPIB) dari Singapura. Menurut dia, dua badan itu mau membagi semua data pemeriksaan untuk penyidikan bersama.
Emirsyah diduga menerima uang sebesar euro 1,2 juta dan US$ 180 ribu atau sekitar Rp 20 miliar serta barang senilai US$ 2 juta.
MAYA AYU PUSPITASARI