TEMPO.CO, Palembang - Kawasan taman nasional Berbak-Sembilang dan Suaka Margasatwa Dangku (Sendang) yang terdiri atas hutan dan lahan gambut seluas lebih dari 1,6 juta hektare dijadikan model dalam pengolaan lanskap berbasis kemitraan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK). Yessi Dewi Agustina, Communication and Outreach Manager dari Zoological Society of London (ZSL), menjelaskan kemitraan diperlukan untuk melindungi keberlangsungan hidup flora dan fauna di dalamnya.
"Lanskap Kemitraan yang kami jalankan antara publik, swasta, dan masyarakat," kata Yessi, Minggu, 15 Januari 2017. Lanskap Kemitraan yang ia maksud meliputi pendekatan konservasi di lanskap produktif pada dataran rendah dan gambut di Sumatera Selatan.
Menurut Yessi, kerja bersama mutlak dibutuhkan untuk menghadapi ancaman deforestasi, degradasi lahan gambut, dan kebakaran hutan. Kemitraan tersebut diharapkan membuat masyarakat sejahtera dan pengeringan lahan gambut dihentikan.
Asep Adhikerana, senior concervation biologist dari ZSL, menerangkan kawasan taman nasional Berbak-Sembilang dan Margasatwa Dangku masih menyimpan berbagai koleksi. Menurutnya, kawasan yang berada di kabupaten Banyuasin dan Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, ini memiliki keanekaragaman hayati yang jarang dimiliki daerah lain.
Ia menyebutkan kawasan yang meliputi 14 kecamatan ini memiliki koleksi harimau Sumatera serta mempunyai spesies 36 jenis binatang menyusui, 31 jenis burung, 8 jenis reptil, 26 jenis tumbuh-tumbuhan.
Tidak hanya itu, penghuni taman yang masih sering dijumpai seperti burung migran dan buaya Sinyolong. Sedangkan tumbuh-tumbuhannya seperti Merawan, Ulin, Ramin, Mangrove.
Saat ini para pembalak dan peburu liar menjadikan kawasan tersebut sebagai incarannya. Untuk itu kemitraan bersama masyarakat setempat yang saling menguntungkan merupakan salah satu cara menjaga taman nasional. "Masyarakat dan swasta harus ikut diberdayakan demi menjaga kekayaan yang ada di sana," kata Yessi.
PARLIZA HENDRAWAN