TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Yhannu Setiawan menyatakan perlawanan terhadap hoax atau berita bohong di berbagai media sosial harus dengan cara menjalankan prinsip keterbukaan informasi.
"Munculnya fenomena hoax di masyarakat adalah akibat dari masih buruknya lembaga-lembaga negara dalam menyediakan dan menyampaikan informasi kepada publik," kata Yhannu dalam rilis di Jakarta, Senin, 9 Januari 2017.
Yhannu berujar tidak jarang informasi yang disediakan dan disampaikan itu justru tidak akurat, tidak benar, bahkan cenderung menyesatkan. Sehingga, kata dia, pemerintah seolah-olah menjadi sumber hoax itu sendiri. Apalagi, dia melanjutkan, informasi tersebut akan digunakan oleh pimpinan negara untuk mengambil kebijakan yang berkaitan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Baca juga:
Penabuh Drum asal Banyuwangi Cetak Rekor Dunia di Palembang
Begini Cara Twitter Menyingkirkan Hoax
Untuk mencegah hal tersebut, Yhannu meminta pimpinan negara termasuk presiden, tidak menerima informasi yang tidak akurat, tidak benar, dan tidak mutakhir. Sebab, menurut dia, akibatnya bisa fatal. Apabila itu terjadi, kata dia, akan menjadi bumerang yang kemudian berpotensi menjatuhkan wibawa pemerintah.
"Untuk mengurangi dampak dari hoax, tim pengelola informasi dan dokumentasi dengan juru bicara dari setiap lembaga negara wajib sinkron dan juga proaktif untuk mengisi berbagai saluran komunikasi yang akrab digunakan oleh masyarakat," tuturnya.
Yhannu menilai pentingnya semua lembaga menggunakan data yang akurat, benar, aktual, dan satu suara dalam menyampaikan informasi atau menanggapi setiap fenomena yang ada. Semua informasi yang dikuasai oleh pemerintah, ujar Komisioner KIP itu, sepanjang itu tidak dikecualikan, harus disampaikan kepada publik sejelas-jelasnya.
"Sebab itu adalah bagian dari keterbukaan informasi atau lebih dikenal dengan istilah transparansi," kata Yhannu.
ANTARA
Baca juga:
Ke Pesantren, Begini Cara Jokowi Menguji Pengetahuan Santri
Arab Saudi dan Turki Teken Kerjasama Hadapi Terorisme