TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua DPR era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Marzuki Alie mengkritisi proses lelang jabatan di daerah yang berbuntut pada transaksi suap seorang bupati. “Kasus Bupati Klaten, menjadi preseden buruk lelang jabatan dijadikan ajang suap untuk mendapatkan jabatan,” kata Marzuki Alie seperti dikutip dari akun Twitternya @marzukialie_MA pada Jumat, 6 Januari 2017.
Marzuki mengatakan tujuan Presiden Joko Widodo melelang jabatan adala terobosan. Tapi hal ini justru menjadi ladang bagi kepala daerah untuk bertindak sewenang-wenang.
“Maksud baik pres @jokowi lelang jabatan untuk membuat terobosan, justru menjadi ajang kesewenangan kepala daerah untuk memasukkan orang-orangnya.”
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo merasa sedih atas penangkapan Sri Hartini oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Karena selama ini ia mendorong agar kepala daerah di Jawa Tengah bersikap antikorupsi. “Di tengah upaya Pemprov mendorong antikorupsi malah ada OTT (operasi tangkap tangan) lagi,” kata dia pada 30 Desember lalu.
Padahal, kata Ganjar, beberapa waktu lalu sejumlah bupati dan wali kota di Jawa Tengah dikumpulkan KPK untuk mengikuti pelatihan antikorupsi. Selama ini Sri Hartini hanya bicara saja untuk anti korupsi. Tapi tak serius memberantas korupsi. “Berarti selama ini kita memang omong thok (bicara saja), enggak serius.”
Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif mengatakan Sri Hartini diduga menerima suap terkait promosi jabatan. Hal ini menyusul adanya pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Sri Hartini ditangkap bersama seorang pegawai negeri sipil bernama Suramlan yang diduga sebagai pemberi suap.
KPK mengamankan setidaknya uang senilai Rp 80 juta dari tangan tersangka Sri. Laode juga menggeledah rumah dinasnya dan mendapatkan Rp 2 miliar dan pecahan valuta asing senilai US$ 5.700 dan Sin$ 2.035. KPK juga membawa catatan penerimaan uang hasil suap.
AVIT HIDAYAT | AMIRULLAH | ROFIUDDIN