TEMPO.CO, Jakarta – Polres Bantul menangkap lima tersangka pembacok tujuh siswa Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah I, Yogyakarta. “Kami masih mengejar pembacok lainnya,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bantul Ajun Komisaris Anggaito Hadi Prabowo, Selasa, 13 Desember 2016.
Diduga, rombongan penganiaya sebanyak 16 orang yang semuanya masih di bangku Sekolah Menengah Atas di Yogyakarta. Dari lima tersangka polisi menyita barang bukti berupa celurit dari KM, salah seorang tersangka.
Kasus ini bermula dari kejadian di Imogiri, Bantul, pada 12 Desember 2016. Rombongan korban pulang berwisata dari Gunungkidul menuju Bantul, sedangkan rombongan penyerang dari arah sebaliknya.
Saat berpapasan, kedua rombongan sama-sama membunyikan knalpot motor dengan keras. Rombongan penyerang berbalik arah dan mengejar rombongan korban sambil mengayunkan senjata tajam dan melempari rombongan korban dengan batu.
Rombongan korban memacu sepeda motor mereka karena takut. Ada yang jatuh dan ada yang berhasil kabur tapi terluka akibat sabetan senjata tajam. “Atas laporan korban dengan menyebutkan ciri-ciri pelaku, kami langsung gerak dan menangkap mereka,” kata Anggaito.
Masih di bawah umur, lima tersangka penyerang yang ditangkap tidak ditahan. Mereka belum ditetapkan sebagai tersangka karena harus didampingi oleh orang tua dan badan perlindungan anak. Polisi akan menjerat mereka dengan Undang-Undang tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 3 tahun penjara serta pasal pengeroyokan dan pasal penghasutan. “Syarat menjadi tersangka sudah terpenuhi, tapi harus ada pendampingan,” ujar Anggaito.
Lima korban luka sudah dibawa pulang dari rumah sakit dan dua masih dirawat. Yang masih dirawat mengalami luka di tengkuk dan pinggang akibat tebasan senjata tajam.
Direktur Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Komisaris Besar Frans Tjahyono mengatakan usaha preventif sebagai pencegahan agar tawuran tidak terjadi. Polisi akan menindak para pelajar yang bergerombol tanpa tujuan jelas. “Para pelajar akan dibina jika belum melakukan tindak kriminal.”
Jika mereka melakukan tindak kriminal, akan digunakan Undang-Undang Perlindungan Anak. Ia mengimbau para remaja ini agar tidak bergerombol dengan tujuan tidak jelas. Hal itu untuk mengantisipasi tindakan di luar batas. “Pelajar seharusnya belajar,” kata Frans.
MUH SYAIFULLAH