TEMPO.CO, Bandung – Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo mengaku baru-baru ini mendapat pesan bohong alis hoax. “Tadi malam saya dikagetkan dengan pesan di WA (WhatsApp) bahwa Habib Rizieq dianiaya oleh oknum Kostrad,” katanya di Bandung, Rabu, 23 November 2016.
Untuk memastikan informasi itu, Gatot meminta anak buahnya mengecek. “Ternyata tidak ada itu (penganiayaan),” ujarnya dalam acara seminar tentang ketahanan bangsa di kampus Universitas Padjadjaran, Bandung.
Baca juga:
Gatot kemudian memerintahkan petugas intelijen untuk menelusuri pesan yang dia terima. Pesan itu ternyata kiriman dari situs bandar judi di Australia dan sebuah website di Amerika Serikat. Alasan inilah yang membuat Gatot yakin tentang adanya “tangan-tangan luar” yang ikut bermain dalam polemik di Tanah Air belakangan ini. “Tujuannya memecah-belah Indonesia agar wilayah Indonesia terbagi-bagi ke negara lain,” kata dia sambil memaparkan peta wilayah Indonesia yang diincar negara asing.
Baca: Di Istana, Romahurmuziy Dapat Info Intelijen Soal Demo 212
Pulau-pulau di luar Jawa, seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, di antaranya diincar negara Cina, Islamic State, dan Amerika Serikat. “Jujur saya terlalu berani, terlalu sembrono. Tapi semua anak bangsa harus tahu apa yang sedang dihadapi,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Panglima TNI dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Tito Karnavian melakukan kerja sama intelijen terkait dengan rencana Aksi Bela Islam III. Tujuannya, mengawasi penggerak aksi yang rencananya digelar pada 25 November dan 2 Desember 2016.
Baca: FPI Klaim Turunkan Tiga Juta Orang untuk Aksi Bela Islam III
Soal rencana aksi tersebut, Gatot sependapat dengan Kapolri. Jika aksi berjalan tertib, tentu tidak membawa masalah. “Tetapi ingat, jumlah massa yang besar, tidak berkepribadian itu, mudah sekali berubah. Benar tidak dia (aksinya) aman,” ujarnya.
Panglima melarang peserta aksi melakukan salat di jalan, melainkan di dalam masjid. Tujuannya agar tidak mengganggu kepentingan masyarakat pengguna jalan. “Bayangkan kalau di jalan raya ada ibu hamil, mau melahirkan, kemudian karena tidak bisa lewat di situ, mau melahirkan di jalan tidak tertolong. Siapa yang tanggung jawab?” tuturnya.
ANWAR SISWADI