TEMPO.CO, Bandung - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meminta modernisasi peralatan pengamatan gunung api. “Saya minta tahun 2017 supaya dilengkapi,” kata Jonan saat berkunjung ke kantor Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Bandung, Jumat, 11 November 2016.
Modernisasi peralatan gunung api itu menjadi salah satu fokus pekerjaan Badan Geologi. “Pokoknya nanti harus dilengkapi dengan teknologi yang up to date, yang semoderen mungkin,” kata Jonan.
Jonan meminta Badan Geologi agar lebih proaktif untuk mesosialisasikan salah satu fungsinya yakni melaksanakan mitigasi bencana geologi di antaranya bencana letusan gunung api, gempa bumi, dan tanah longsor. “Saya minta laporan-laporan atau informasi seawal mungkin mengenai mitigasi kegiatan vulkanik, tektonik, atau apa itu agar diberikan informasinya seawal mungkin pada semua stakeholder,” kata dia.
Jika perlu, Jonan siap menandatangani surat peringatan yang dilayangkan atau menghubungi langsung pemerintah daerah agar bersiap menghadapi bencana. “Kalau perlu lewat saya. Nanti saya yang akan menghubungkan supaya potensi bencana alam itu sedini mungkin (diantisipasi),” kata dia.
Kepala Badan Geologi, Kementerian ESDM, Ego Syahrial mengatakan, peralatan pengamatan gunung api yang ada belum ideal. Sebagian besar masih produk lama. “Kita perlu teknologi yang lebih secure, yang tahan terhadap segala kondisi cuaca,” kata dia.
Ego mengatakan, modernisasi peralatan pengamatan gunung api sedang dipersiapkan. “Mulai tahun depan kita akan mencicil,” kata dia.
Pada saat ini Badan Geologi belum bisa menghitung kebutuhannya. “Belum bisa disampaikan secara detil, tapi kita akan merevitalisasi karena ini berhubungan dengan proteksi masyarakat, karena 40 persen masyarakat ktia tinggal di daerah rawan,” kata Ego.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gegologi, Badan Geologi, Kementerian ESDM, Kasbani mengatakan, dari 127 gunung api, lembaganya memprioritaskan pemantauan pada 69 gunung api aktif dengan mendirikan 74 pos pengamatan gunung api di seluruh Indonesia. “Kita prioritaskan pada gunung api yang relatif bergejolak,” kata dia.
Kasbani mengatakan, modernisasi peralatan yang akan dikejar lembaganya itu agar memenuhi standar IAPSI, orgnasisai pemantau gunung api sedunia. “Saat ini peralatan kami tidak merata, ke depan kami akan setarakan dengan standar IAPSI,” kata dia.
Menurut Kasbani, ada sejumah alat yang wajib terpasang untuk mengamati gunung api aktif. Yakni peralatan seismograf untuk merekam aktivitas vulkanik gunung api minimal 4 unit, peralatan pemantau deformasi gunung api, peralatan pemantau gas beracun, serta CCTV untuk mengamati visual gunung api.
Kasbani mengatakan, belum semua gunung api memiliki peralatan selengkap itu. Prioritas pemasangan peralatan itu adalah di gunung api yang di seputarannya didiami penduduk. “Terutama gunung api yang dekat dengan kota, lingkungan yang sangat padat, kemudian juga tingkat bahayanya cukup tinggi,” kata dia. Kasbani mencontohkan pulau gunung api di Ternate, yaitu Gunung Gamalama yang dihuni oleh 500 ribu penduduk di kaki gunungnya.
PVMBG juga bekerjasama dengan sejumlah lebmbaga serupa milik berbagani negara untuk membantu pengamatan gunung api. Diantaranya dengan USGS dan Jepang untuk memantau sejumlah gunung api seperti Gunung Sinabung, Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Guntur, serta Galunggung.
Tenaga Ahli Kebencanaan, Kementerian ESDM, Surono mengatakan, saat ini jumlah gunung api kota, yakni gunung api yang berdekatan dengan wilayah perkotaan, jumlahnya makin bertambah. “Banyak sekali gunung api kota muncul, bertambah jumlahnya karena meningkatnya jumlah penduduk dan akibat penataan ruang yang tidak konsisten,” kata dia di Bandung, Jumat, 11 November 2016.
Surono mencontohkan, Gunung Tangkubanperahu di perbatasan Bandung Barat dan Subang butuh perhatian lebih pada saat Lembang terus berkembang.
Gunung Guntur juga harus diwaspadai. Sudah ratusan tahun Gunung Guntur belum meletus. Surono yakin erupsi Gunung Guntur kelak bakal mirip Gunung Merapi di Jogjakarta yang dominan dengan awan panas. Risiko serupa juga terjadi di Gunung Batur dan Gunung Agung di Bali.
Menurut Surono, PVMBG sudah menyebarkan peta daerah rawan bencana gunung api pada masing-masing pemerintah daerah yang berdekatan dengan gunung api itu. Namun peta itu kadang tidak diindahkan dengan makin banyaknya hunian penduduk di seputaran gunung api yang menarik sebagai lokasi wisata dan subur.
“Selama itu tidak diperhatikan, maka muncul gunung api kota yang akhirnya saat meletus akan menyulitkan pemerintah dan pemerintah daerah,” kata dia.
AHMAD FIKRI