TEMPO.CO, Depok - Puluhan orang dari berbagai organisasi massa merangsek masuk dengan berjalan kaki dan mengendarai motor ke lapangan hitam Markas Komando Brigadir Mobil Senin, 31 Oktober 2016. Mereka masuk untuk melakukan demonstrasi menentang keputusan pemilu kepala daerah.
Demonstrasi yang awalnya berjalan tertib langsung berubah kisruh. Sejumlah orang menyusup dan meletuskan peluru ke kerumanan massa. Masa buyar.
Letusan empat bom membuat situasi demonstrasi semakin panas. Satuan Pelopor Anti Teror Brigadir Mobil langsung melakukan penetrasi ke kerumunan massa yang telah disusupi teroris. Adu tembak antara Brimob dan teroris tak terhindarkan
Empat anggota teroris yang menembak dengan membabi buta ke kerumunan massa, bisa ditumbangkan anggota anti teror. Namun situasi masih memanas. Kendaraan taktis juga diterjunkan ke massa yang sudah kalang kabut di tengah kerusuhan tersebut.
Akhirnya serangan teroris di lokasi demonstrasi bisa dikendalikan anggota anti teror. Tim Penjinak Bom Brimob langsung menyisir lokasi kerusuhan untuk menjinakan bom yang masih terisa.
Saat menyisir lokasi kerusuhan, serangan teroris kembali terjadi di sebuah gedung yang tak jauh dari kerumunan massa. Puluhan polisi mencoba masuk untuk menangkap teroris yang menyandera dan menyerang orang yang berada di dalam gedung.
Anggota anti teror Brimob dengan cekatan turun dari helikopter di atap gedung, dan langsung menyelinap masuk untuk menyelamatkan warga dari serangan teroris. Tiga bom bunuh diri meledak di dalam gedung tersebut.
Tiga orang teroris yang tersisa dari dalam gedung berhasil diringkus. Namun, satu bom kembali meledak dan menghancurkan bangunan yang berada tepat di sebelah gedung yang disusupi teroris. Setelah itu, latihan pun berakhir.
Demikian simulasi penanganan demonstrasi rusuh yang disusupi ancaman kekerasan, yang diadakan tepat di hadapan Kepala Kepolisian RI Jendral Tito Karnavian di Mako Brimob Kelapa Dua. "Pilkada sudah mulai bergulir. Perlu adanya pengamanan dan pencegahan potensi kerusuhan," kata Tito.
Menurutnya, eskalasi politik dalam memilih pemimpin merupakan suatu yang wajar. Dari sudut pandang polisi, wajar jika terjadi polarisasi masyarakat untuk memilih calon kepala daerah yang mereka dukung.
Nah, polarisasi masyarakat tersebut yang mesti diwaspadai karena rentan terjadi gesekan di lapangan. Jangan sampai pendukung maupun pasangan calon kepala daerah yang bersaing menghalalkan segala cara.
"Polisi dan TNI tidak memiliki hak suara, kami berada di posisi netral. Tapi, kami punya peran untuk menjaga agar demokrasi berjalan lancar," ucapnya.
Menurutnya, pilkada yang berjalan aman, damai dan lancar akan menghasilkan pemimpin yang mendapatkan legitimasi dan dukungan besar dari rakyat. "Dan saya tegaskan sekali lagi posisi kami netral," ujarnya.
Tito memastikan Kepolisian telah memonitor dinamika massa yang akan melakukan demonstrasi. Unjuk rasa di negara demokrasi seperti Indonesia, kata dia, merupakan suatu hal yang sah.
Namun, masyarakat yang ingin melakukan demo harus mengikuti aturan. Sebab, cara mengutarakan pendapat sudah diatur, dan polisi wajib melindungi, melayani dan mengamankan unjuk rasa. "Dengan catatan sesuai hukum yang berlaku," ujar Tito. "Jangan sampai demo yang terjadi menjadi kacau."
IMAM HAMDI