TEMPO.CO, Denpasar - Aktivitas penyeberangan antara Pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan, Bali, menggunakan jukung atau perahu tradisional milik penduduk setempat. Hal itu dilakukan pascaruntuhnya jembatan yang menghubungan dua wilayah itu, Minggu, 16 Oktober 2016.
Kepala Kepolisian Sektor Nusa Penida Ketut Suastika menjelaskan, aktivitas penyeberangan menggunakan jukung terutama untuk mengangkut pelajar dan wisatawan. “Yang saya tahu, untuk pelajar disubsidi pemerintah,” katanya, Selasa, 18 Oktober 2016.
Menurut Suastika, ihwal penyelidikan untuk mengetahui penyebab runtuhnya jembatan dilakukan Kepolisian Resor Klungkung. Adapun korban luka yang sempat dirawat di UPT Puskesmas Nusa Penida II telah dipulangkan ke rumahnya masing-masing.
Wakil Gubernur Bali Ketut Sudikerta mengatakan, sebelum kejadian itu sebenarnya sudah ada rencana pembangunan jembatan menjadi permanen. Biaya pembangunannya sudah dianggarkan.
Sudikerta menjelaskan, pada 2017 rencana pembangunan jembatan itu akan terealisasi setelah melihat tahapan-tahapan yang sudah dilewati. “Tahun depan kita sudah anggarkan dan Rp 45 miliar untuk membangun jalan permanen yang nantinya bisa diakses kendaraan,“ ucapnya.
Untuk penanganan sementara, rencananya pemerintah akan membuat shuttle laut yang memanfaatkan perahu milik penduduk setempat dan dengan bantuan dan operasional dari pemerintah. Hal itu juga karena sifat perairan laut di kawasan itu yang memiliki arus yang kuat. Pembuatan jembatan sementara dinilai tidak efektif. Dikhawatirkan kejadian serupa terulang kembali.
Adapun data terakhir menunjukkan, peristiwa itu mengakibatkan 8 orang tewas dan 34 lainnya mengalami luka-luka.
Peristiwa runtuhnya jembatan itu berawal dari banyaknya warga yang hilir mudik terkait dengan upacara adat yang sedang dilaksanakan di Pura Desa setempat. Aparat kepolisian menduga sejumlah kemungkinan menjadi penyebab tuntuhnya jembatan. Di antaranya usia jembatan, kelebihan beban atau faktor lain.
Kepala Pusat Informasi Data dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sebelum jembatan runtuh, sudah dinyatakan kritis untuk dilewati. "Pada Kamis, 13 Oktober 2016, sudah dilakukan inspeksi dan jembatan dinyatakan kritis untuk dilewati. Rambu larangan telah dipasang," kata Sutopo dalam keterangan tertulis di Jakarta, 17 Oktober 2016.
Namun masyarakat tetap memanfaatkan jembatan itu karena tidak ada jalan alternatif untuk menyeberang antara Pulau Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan. Saat itu juga bersamaan dengan upacara agama Nyepi Segara di Pura Bakung.
Sutopo menduga jembatan itu runtuh akibat kelebihan beban. Saat itu terdapat banyak orang dan 17 sepeda motor yang berada di atas jembatan.
ROFIQI HASAN