INFO MPR - Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam mengelola kemajemukan masyarakat. Terbukti, Nusantara sudah berabad-abad memiliki falsafah Bhinneka Tunggal Ika. Sementara itu, Negara Barat baru saja mewacanakan kemajemukan itu dengan istilah multikulturalisme.
“Sejarah telah membuktikan bahwa semakin majemuk suatu bangsa, semakin toleran bangsa itu. Toleransi itu bermakna sikap yang memperlihatkan kesediaan mengangkat, menopang, dan menerima perbedaan yang dihadapi,” kata anggota MPR dari Fraksi Partai Hanura H. Djoni Rolindrawan saat membuka seminar nasional kerja sama Fraksi Partai Hanura MPR dengan Jaringan Muda Indonesia (JMI) di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin, 10 Oktober 2016.
Seminar bertema “Membangun Komitmen Pemuda-Mahasiswa dalam Menjaga Kebhinnekaan untuk Memperteguh Kemajemukan Bangsa” ini diikuti sekitar 200 peserta dari kalangan pemuda dan mahasiswa. Narasumber seminar ini adalah Mukhtar Tompo (anggota Fraksi Partai Hanura), H. Inas Nasrullah Zubir (anggota Fraksi Partai Hanura), dan Ariyanto (aktivis pemuda).
Menurut Djoni, saat ini semangat Bhinneka Tunggal Ika sebagai warisan luhur pendiri bangsa terlihat sudah luntur dan memudar. Salah satu faktor penyebabnya adalah disparitas sosial dan ekonomi, sebagai dampak dari pengaruh globalisasi serta mekanisme demokrasi yang baru sebatas prosedural, belum sepenuhnya substansial.
“Implikasi dari faktor itu dapat dilihat dari tingginya kesenjangan sosial. Keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan fanatisme asal daerah, sentimen etnik/rasial, dan berpotensi menjadi bara konflik serta pemicu disintegrasi bangsa,” kata Djoni, yang juga anggota Badan Pengkajian MPR RI ini.
Karena itu, Djoni mengajak pemuda dan mahasiswa menggelorakan kembali semangat kebhinnekaan. Perbedaan harus dipandang sebagai suatu kekuatan yang bisa mempersatukan bangsa dan negara dalam mewujudkan cita-cita nasional. “Semboyan Bhinneka Tunggal Ika menunjukkan bahwa bangsa Indonesia sangat heterogen, dan karena itu toleransi menjadi kebutuhan mutlak,” ucapnya.
Untuk melahirkan pemuda yang tangguh, menurut Djoni, diperlukan pendidikan moral, pengembangan wawasan, keterampilan, serta penanaman rasa nasionalisme. Salah satunya melalui penanaman nilai-nilai kepribadian bangsa yang tecermin dalam Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. “Sehingga mampu menjadi pemimpin dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara tanpa melihat kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, suku, ras, agama, atau hal-hal lain karena semua sama dan tetap satu, yaitu Indonesia,” ujarnya. (*)