TEMPO.CO, Denpasar - Kolomnis Harian Bali Post Made Sudira yang juga dikenal dengan nama Aridus, Jumat, 7 Oktober 2016, kembali diperiksa oleh penyidik Kepolisian Daerah Bali. Pemeriksaan terkait status Aridus di Facebooknya, yang dinilai melanggar undang-undang tentang informasi dan transaksi elektronik.
Penasehat hukum Aridus, Valerian Libert Wangge, menilai janggal pemeriksaan terhadap kliennya. Menurut Valerian, sebelumnya sudah ada pernyataan dari Polda Bali bahwa tidak ada indikasi tindak pidana dalam kasus itu.
Valerian menjelaskan, pernyataan dari Polda Bali itu disampaikan setelah dilakukan pemeriksaan pertama pada Agustus lalu. Bahkan secara lisan pihak penasihat hukum Aridus sudah mendapat penjelasan ihwal telah dikeluarkan Surat Pemberitahuan Pengembangan Hasil Penyelidikan. Juga sudah disampaikan kepada pihak pelapor mengenai tidak adanya indikasi pelanggaran yang dilaporkan itu,” katanya, Jumat, 7 Oktober 2016.
Kasus itu berawal ketika Aridus menulis status di Facebook pada 7 Juli 2016. Aridus menulis adanya keluhan masyarakat yang mengalami kesulitan melakukan upacara adat Ngangget Don Bingin (memetik daun beringin) karena pohon beringin di area rumah jabatan Gubernur Bali dipangkas. Aridus mempertanyakan mengapa terjadi pemangkasan itu.
Baca: Lagi, Kaki Tangan Dimas Kanjeng Menyerahkan Diri
Status Aridus itu mengundang sejumlah komentar dan tanggapan. Di antaranya ada yang mengatakan tidak benar ada pemangkasan itu. Aridus kemudian menghapus statusnya itu karena tidak ingin memicu masalah.
Ternyata ada orang bernama Dewa Mahendra Putra melaporkan Aridus ke Polda Bali. Mahendra adalah Kepala Biro Humas Pemerintah Provinsi Bali. “Terus terang kami tidak tahu alasan pelaporan itu dan kapasitasnya sebagai apa,” ucap Valerian.
Pemeriksaan kedua dilakukan pada Kamis, 6 Oktober 2016. Namun pertanyaan yang diajukan penyidik sudah pernah diajukan pada pemeriksaan pertama. Bedanya, penyidik yang melakukan pemeriksaan telah diganti. “Ada juga pertanyaan yang mengarahkan dan menjebak klien kami untuk menyebut nama seseorang,” ujar Valerian.
Valerian menjelaskan, dalam status Aridus sama sekali tidak menyebutkan nama seseorang. Pihaknya juga tidak memperoleh informasi Mahendra mendapat surat kuasa dari Pemerintah Provinsi Bali. “Penghinaan menurut Mahkamah Konstitusi hanya bisa diadukan oleh subyek atau orang yang merasakan penghinaan itu dan tak bisa diwakilkan pada orang lain,” ujarnya.
Atas kejanggalan dalam proses pemeriksaan itu, Solidaritas Bali untuk Kebebasan Berekpresi Koordinator Sobel (Sobek), mempertanyakan langkah Polda Bali. “Sebelumnya kami telah bertemu Kapolda dan mendapat penjelasan bahwa tidak ada indikasi pidana,” kata Nyoman Mardika.
Mardika khawatir langkah Polda Bali itu karena adanya intervensi dari kekuatan yang lebih besar sehingga proses hukum dikorbankan. Karena itu pihaknya akan meminta DPRD Bali untuk memanggil Kapolda Bali agar bisa mengungkapkan masalah yang sebenarnya. “Bagi kami, ini adalah upaya pembungkaman terhadap sikap kritis masyarakat,” tuturrnya.
ROFIQI HASAN