INFO NASIONAL - Menanggapi maraknya pemberitaan di media sosial terkait kendala importasi yang dihadapi relawan asal Swiss, Toni Ruttiman, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan RI menegaskan, Bea Cukai selalu memprioritaskan kelancaran arus impor, apalagi terhadap barang bantuan atau hibah.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Dirjen Bea Cukai Robert Leonard Marbun menjelaskan, Toni menemui kendala importasi barang bantuan berupa wirerope, salah satu material untuk pembangunan jembatan akses desa.
Baca Juga:
“Sebenarnya, Toni Ruttiman sudah beberapa kali impor barang tersebut, yaitu tahun 2011, 2012, dan 2014. Sementara itu, barang yang saat ini sedang hangat diberitakan merupakan barang impor dengan dokumen tertanggal 15 September 2016. Dia terkendala perizinan kelaikan barang karena sebagian komponen impornya merupakan barang bekas,” ucap Robert.
Izin kelaikan barang, kata dia, dimaksudkan untuk meyakinkan keamanan, yakni ketika barang tersebut dipakai untuk jembatan, tidak berbahaya bagi masyarakat. Sedangkan izin impor agar tidak terjadi penyalahgunaan barang oleh yang tidak berhak. Kemudian, perizinan tersebut diterbitkan oleh kementerian teknis terkait sebelum barang dikeluarkan oleh Bea Cukai.
“Tentunya Bea Cukai akan segera mengeluarkan barang apabila perizinan sudah lengkap. Untuk hal ini, Bea Cukai proaktif melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan proses clearance di Bea Cukai hanya satu hari,” ujar Robert.
Baca Juga:
Menurut dia, sejak empat tahun lalu pemerintah sudah mengantisipasi kemungkinan terjadinya kesalahpahaman importasi barang hibah dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 70/PMK.04/2012.
Semangat aturan ini memberikan kepastian, faktor keselamatan, dan mempertimbangkan kemudahan terkait pemasukan barang hibah ke Indonesia. “Selain itu, untuk importasi barang hadiah atau hibah dari luar negeri untuk kegiatan ibadah, sosial, dan kebudayaan, diberikan fasilitas pembebasan bea masuk dan atau cukai,” katanya.
Sedangkan terkait membengkaknya biaya pemakaian peti kemas (demurrage), yang membengkak sebenarnya juga bukan ketentuan Bea Cukai seperti yang diberitakan di media sosial. Tapi biaya tersebut dikenakan oleh perusahaan pelayaran terhadap pemilik barang karena penggunaan peti kemas yang melebihi batas waktu di pelabuhan.
“Biaya demurrage yang disebut sebesar Rp195.650.000 itu merupakan tagihan perusahaan pelayaran terhadap barang yang tiba tanggal 15 Juli 2016 dan dikeluarkan pada 16 September 2016. Dengan kata lain, demurrage tersebut bukan biaya yang harus dibayarkan kepada pemerintah,” ujar Robert.
Terkait dengan kesalahpahaman tersebut, Robert mengimbau masyarakat berperan aktif menggali kebenaran informasi. “Kami mohon supaya masyarakat lebih aktif menanyakan kebenaran informasi terkait kegiatan impor dan ekspor melalui contact center Bravo Bea Cukai 1500225,” tuturnya. (*)