TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwata optimistis bakal memenangi gugatan praperadilan yang dilayangkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam. "Kami selalu yakin menang," katanya di gedung KPK, Senin, 3 Oktober 2016.
Nur Alam menggugat KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka penyalahgunaan wewenang dalam penerbitan izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara. Kuasa hukum Nur Alam, Maqdir Ismail, mengatakan penetapan tersangka kepada kliennya itu tidak sah. Ia menuding KPK belum memiliki angka kerugian negara yang menjadi substansi tindak pidana korupsi.
Alex mengatakan penghitungan kerugian negara dilakukan ketika perkara sudah naik ke tahap penyidikan. Secara simultan, kata dia, KPK meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengaudit kerugian negara berbarengan dengan ditetapkannya Nur Alam sebagai tersangka. Dengan demikian, alasan tak adanya kerugian negara tidak bisa digunakan untuk menggugat KPK di praperadilan.
Menurut Alex, praperadilan mestinya berisi gugatan terhadap prosedur penetapan tersangka, bukan menyangkut materi tindak pidana korupsi. "Cuma di sana kan sering ditanya kerugian negaranya mana? Nah, itu kan sudah nanti di persidanganlah kalau menyangkut itu, kan," ujarnya.
Selain tak adanya kerugian negara, Maqdir juga mempermasalahkan kliennya yang tak pernah diperiksa KPK sejak tahap penyelidikan hingga ditetapkan sebagai tersangka. Menanggapi hal ini, Alex mengatakan bahwa penetapan tersangka tak wajib memeriksa yang bersangkutan. "Kan, enggak harus. Dalam penetapan tersangka minimal dua alat bukti, saksi-saksi, bukti dokumen, atau petunjuk," tuturnya.
Alex mengatakan lembaganya sudah berupaya memanggil Nur Alam untuk diperiksa. Namun Nur Alam tak pernah memenuhi panggilan KPK. "Sudah berkali-kali kami panggil saat penyelidikan," ujarnya.
Hingga akhirnya KPK menemukan bukti yang cukup untuk menetapkan Nur Alam sebagai tersangka tanpa memeriksanya. Ia diduga menerbitkan sejumlah izin usaha tambang kepada PT Anugerah Harisma Barakah. Dalam menerbitkan izin itu, Nur Alam diduga menerima imbal balik senilai Rp 60 miliar.
Nur Alam pun menggugat penetapan tersangka terhadap dirinya. Rencananya, sidang praperadilan perdana akan dilaksanakan esok, Selasa, 4 Oktober 2016, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
MAYA AYU PUSPITASARI