TEMPO.CO, Surabaya- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengusulkan eks markas radio Bung Tomo yang sudah rata dengan tanah dibangun museum perjuangan Bung Tomo. Alasannya, tidak ada dokumentasi lengkap tentang bangunan cagar budaya di Jalan Mawar Nomor 10-12 Surabaya itu.
“Untuk memuliakan perjuangan Bung Tomo, mungkin lebih baik dibangun museum perjuangan Bung Tomo,” kata Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Harry Widianto seusai seminar pelestarian cagar budaya rumah radio perjuangan Bung Tomo Jalan Mawar nomor 10-12 Surabaya di Graha Sawunggaling, Rabu, 28 September 2016.
Baca juga:
Bongkar Bukit Duri, Ahok Ingin Dikenang Seperti Ali Sadikin
Gara-gara The K2, Ji Chang Wook Kapok Main Drama Laga
Padahal, kata dia, pada saat penetapan bangunan cagar budaya harus lengkap dulu dokumentasi dan gambaran rinci bangunan tersebut, sehingga tim cagar budaya bisa menggambarkan secara keseluruhan bangunan tersebut. “Jadi, tidak mudah penetapan cagar budaya itu, apalagi yang ini tidak ada dokumen lengkapnya,” kata dia.
Harry berujar, apabila setuju membangun museum di atas lokasi yang sudah jadi puing-puing tersebut, pemerintah pusat siap membantu dan mengawal pembangunannya. Caranya, membuat nota kesepakatan antara pemerintah pusat dengan Pemerintah Kota Surabaya untuk membangun museum. Pemerintah Kota Surabaya mengusahakan pembebasan lahannya dan pemerintah pusat membantu SDM dan peralatan di dalam museum. “Bu Risma kan juga sudah siap untuk pembebasan lahannya,” tuturnya.
Meski begitu, Harry menyarankan untuk tidak bertindak lebih jauh sebelum ada kejelasan hukum yang berjalan hingga saat ini di Polrestabes Surabaya. Sebab, apabila masih bermasalah hukum, bangunan itu berstatus quo. “Sebaiknya, proses hukum itu diselesaikan dulu,” ujarnya.
Baca juga:
Begini Modus Dimas Kanjeng Menggandakan Uang
Dimas Kanjeng Tolak Demokan Penggandaan Uang, Karena Jin...
Sementara itu, Putri Bung Tomo Ratna Sulistami Sutomo justru lebih menginginkan untuk merekonstruksi bangunan itu seperti bangunan sebelum dibongkar seperti saat ini. Alasannya, museum sudah banyak dibangun di Indonesia maupun di Surabaya. “Kalau itu dibangun lagi, itu untuk warga Surabaya bukan untuk keluarga saya dan bapak saya,” kata Ratna ditemui Tempo seusai seminar.
Namun, kalau pun semua pihak menyetujui untuk dibangun museum dan sudah dipikirkan matang-matang tentang nilai-nilai yang akan ditularkan kepada anak-anak dan masyarakat, maka ia menyetujuinya. “Ya silahkan saja, monggo. Tapi nilainya minimal sama,” ujarnya.
MOHAMMAD SYARRAFAH