TEMPO.CO, Probolinggo - Polisi telah menahan Taat Pribadi, Guru Besar Padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Dia dituduh melakukan penipuan uang dan pembunuhan santrinya.
Ada sejumlah modus penggandaan uang yang dilakukan oleh Taat Pribadi, Guru Besar Padepokan Kanjeng Dimas Taat Pribadi di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Salah satu modusnya, para pengikut padepokan tersebut diberi peti ajaib berukuran kecil seperti kotak amal.
“Kotaknya terbuat dari kayu dan ada ukiran bagus,” kata warga Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, yang dengan alasan keamanan minta jati dirinya tidak diungkap, Rabu, 28 September 2016.
Kotak tersebut dilengkapi dengan kunci gembok. “Hanya boleh dibuka sewaktu-waktu dan sudah ditentukan tanggal pembukaannya,” katanya.
Kotak itu dipercaya berisi uang berlipat ganda yang tiba-tiba muncul beberapa lama setelah korban menyetor uang lewat kordinator pengikut Taat di Situbondo.
“Tak sampai hitungan tahun, hitungan bulan dipercaya akan muncul uang berlipat ganda,” ujar sumber Tempo berdasarkan pengakuan sejumlah korban.
Namun nyatanya, uang yang dipercaya muncul secara gaib itu tak ada. “Hasilnya nihil,” kata sumber ini lagi.
Anehnya, sampai sekarang masih ada pengikut Taat yang percaya ihwal kotak ajaib tersebut. Di Situbondo diperkirakan ada ratusan pengikut Taat. “Jumlah uang yang mereka setorkan sudah mencapai puluhan milyar,” katanya.
Modus lainnya adalah pengikutnya menyerahkan mahar sejumlah uang jutaan rupiah dan membaca amalan atau wirid.
Ribuan pengikut Taat tersebar di seluruh Indonesia. Mereka bukan hanya masyarakat biasa, tokoh nasional ada yang menjadi pengikut Taat.
Majelis Ulama Indonesia Jawa Timur mengatakan ada kejanggalan dalam praktek yang dilakukan oleh Taat Pribadi, terutama ajaran bacaan dzikir dan salawat dengan tujuan menggandakan uang.
"Kami menemukan selebaran berisi 20 bacaan yang diajarkan padepokan ini. Salah satunya disebut salawat fulus,” kata Ketua MUI Jawa Timur, Abdusshomad Buchori.
Salawat adalah bacaan pujian pada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan fulus merupakan kata dari bahasa Arab yang berarti uang. Salawat fulus tersebut berbahasa Arab namun ditulis dengan huruf latin. Menurut Abdusshomad, ada sejumlah kata atau kalimat dalam salawat tersebut yang kurang sesuai tata bahasa Arab.
Bacaan salawat fulus itu adalah: “Allohumma sholli ‘ala sayyidina Muhammadanil mab’uwtsi solatan tadribu biha amwalu wal fulusu wamalbusu wal madh’umu biadadi wa nafasin baynahum ya faihun ya faihun ya rojiun.”
Dilihat dari maknanya, menurut Abdusshomad, bacaan salawat itu berisi harapan agar bisa mendapatkan uang atau harta berlimpah.
“Yang artinya, semoga Allah memberi rahmat pada Nabi Muhammad yang bisa melipatgandakan atau mengembangkan harta, uang, pakaian, dan makanan sebanyak jumlah nafas di antara mereka,” kata Abdusshomad.
Menurut Abdusshomad, beberapa kata dalam bacaan salawat fulus itu ada yang meniru kata dalam salawat nariyah. Salawat nariyah adalah salah satu salawat yang berisi pujian pada Nabi Muhammad dengan harapan agar segala tujuan atau cita-cita terkabul dengan sempurna. Salawat nariyah ini biasa diamalkan faham ahlussunnah wal Jemaah termasuk Nahdlatul Ulama (NU).
Namun, menurut Abdusshomad, belum diketahui darimana dan siapa yang menciptakan salawat fulus tersebut, apakah ciptaan Taat Pribadi sendiri atau ia mendapatkannya dari orang lain.
Bacaan-bacaan yang diajarkan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi itu masih dikaji oleh MUI apakah tidak tepat atau mengandung unsur syirik.
ISHOMUDDIN
Baca juga:
Pilkada DKI: Awas, Tiga Jebakan Ini Bisa Kini Ahok Kalah
Dimas Kanjeng dan Peti Ajaib Pengganda Uang, Isinya...