TEMPO.CO, Medan - Kepolisian Resor Tanjungbalai menetapkan tujuh remaja yang mencuri saat kerusuhan terjadi Jumat malam, 29 Juli 2016. Ketujuh remaja itu menjarah barang-barang saat beberapa kelenteng dan vihara dirusak dan dibakar massa.
"Terhadap ketujuh pelaku dikenakan Pasal 363 KUHP," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Rina Sari Ginting, Minggu, 31 Juli 2016.
Ketujuh remaja itu:
1. Muhammad Aldi Rizki, 16 tahun, siswa SMK 6 Tanjungbalai.
2. Andika, 21 tahun, wiraswasta, penduduk Jalan Juanda Nomor 59.
3. M. Iqba Lubis, 17 tahun, wiraswasta, penduduk Jalan Juanda, Tanjungbalai.
4. Aldi Al Arif Munthe, 18 tahun, wiraswasta, alamat Sei Dua, RM. H. Delen.
5. Fikri Firman, 16 tahun, pelajar SMP 10, penduduk Jalan Rambutan Nomor 4.
6. Azri Purwasari, 18 tahun, pelajar Sekolah Paket Sakina Husada, penduduk Jalan Pepaya Nomor 10-A.
7. Muhammad Rasid Manurung, 17 tahun, pelajar Sekolah Paket Sakina Husada, penduduk Jalan Rambutan.
Adapun pelaku perusakan dan pembakaran tempat ibadah, menurut Rina, penyidik telah mengantongi informasi identitas beberapa orang yang diduga terlibat.
Kerusuhan di Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara, Jumat malam, 29 Juli, sekitar pukul 23.00 WIB. Warga Jalan Karya, khususnya di sekitar Masjid Al Makhsum yang beragama Islam, terutama kaum muda marah dan merusak beberapa tempat ibadah berupa pekong dan vihara di beberapa lokasi di Tanjungbalai.
Kerusuhan meletus akibat seorang perempuan berdarah Tionghoa bernama Meliana, warga Jalan Karya, Tanjungbalai Selatan, menegur nazir Masjid Al-Makhsum agar mengecilkan suara dari speaker masjid. Karena sikap Meliana itu, Jumat malam, 29 Juli, sekitar pukul 20.00 WIB, setelah selesai salat isya, jemaah dan nazir masjid menjumpai Meliana di rumahnya. Namun, kemudian Meliana diamankan kepala lingkungan ke kantor lurah.
Setibanya di Polsek, dilakukan pertemuan dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Front Pembela Islam, camat, kepala lingkungan, dan tokoh masyarakat. Namun, saat bersamaan sekitar pukul 22.30 WIB, massa mendatangi rumah Meliana di Jalan Karya, dan berupaya membakar rumah wanita tersebut. Namun, polisi menghadang. Kemudian massa bergerak ke Vihara Juanda yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah Meliana. Vihara dilempari batu.
Selanjutnya, massa bergerak melakukan pembakaran dan pengrusakan, masing-masing di Pantai Amor, melakukan pembakaran vihara dan tiga kelenteng. Massa juga bergerak ke Jalan Sudirman merusak kelenteng dan balai pengobatan.
Adapun lokasi kerusuhan Tanjungbalai yang lain, yakni:
- Jalan K.S. Tubun, merusak barang-barang yang ada dalam satu unit kelenteng dan satu unit bangunan milik Yayasan Putra Esa di Jalan Nuri.
- Jalan Imam Bonjol, membakar barang-barang yang ada dalam vihara.
- Jalan W.R. Supratman, merusak isi bangunan Yayasan Sosial Tionghoa dan merusak tiga unit mobil.
- Jalan Ahmad Yani, merusak pagar vihara.
- Jalan Ade Irma, membakar barang-barang di dalam kelenteng berupa peralatan sembahyang.
Hingga Ahad petang, 31 Juli 2016, suasana Kota Tanjungbalai telah kembali normal. Aktivitas warga kembali menggeliat meski masih dijaga TNI dan Polri.
Gubernur Sumatera Utara memimpin pertemuan dengan tokoh masyarakat dan tokoh agama bersama Wali Kota Tanjungbalai. "Saya imbau dengan sangat agar warga Tanjungbalai menahan diri," kata Tengku Erry kepada Tempo.
SAHAT SIMATUPANG