TEMPO.CO, Jakarta - Selama mengajar di Sragen Bilingual Boarding School (SBBS), para guru asing dari organisasi Pasiad Turki membawa sejumlah buku karya Fethullah Gulen. "Buku-buku itu dalam bahasa Turki, semacam buku pegangan untuk siswa saat bimbingan rohani," kata Wakil Kepala Hubungan Masyarakat SBBS, Ari Mayang, saat ditemui Tempo, Jumat, 29 Juli 2016.
SBBS adalah sekolah negeri berstatus Sekolah Program Kerja sama (SPK) yang berada di wilayah Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Sekolah bertaraf internasional itu didirikan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen yang bekerja sama dengan Pasiad sejak 2008.
Setelah terjadi kudeta militer di Turki pada 15 Juli 2016, pemerintah Turki melalui Kedutaan Besar di Indonesia meminta sekolah-sekolah di Indonesia yang dianggap berkaitan dengan organisasi yang mereka sebut Fethullah Terrorist Organisation (FETO) agar ditutup. Pemerintah Turki menuding Gulen lewat organisasi yang mereka sebut FETO sebagai aktor intelektual kudeta itu.
Ari mengatakan, penggunaan buku-buku karangan Fethullah Gulen itu bukanlah kebijakan sekolah. Sebab, dalam kerja sama dengan Pemkab Sragen, Pasiad berperan sebagai manajemen SBBS. "Karena mereka yang pegang manajemen, kami tidak bisa apa-apa (berkaitan dengan penggunaan buku-buku karangan Gulen)," kata Ari.
Kendati demikian, pihak sekolah tidak mempermasalahkan keberadaan buku-buku tersebut lantaran dinilai tidak bermuatan paham atau ideologi ekstrem. Menurut sejumlah siswa SBBS, Ari berujar, buku-buku dari guru asing itu lebih condong pada pelajaran agama, alias bukan buku-buku yang tidak bermuatan politik. "Kami ini sekolah negeri, bukan sekolahnya Fethullah," ujar Ari.
Adapun untuk mata pelajaran umum, SBBS menggunakan buku-buku asing yang dibeli sekolah dari Oxford, Cambridge, dan lain-lain. Menurut Kepala SD Negeri SBBS, Nur Cipto, buku-buku karangan Fethullah Gulen itu menjadi bahan bacaan para siswa dalam kegiatan kamp membaca (reading camp).
"Reading camp itu kegiatan yang diselenggarakan pihak Pasiad untuk mengisi liburan," kata Nur Cipto. Selama tiga hari berkemah ke tempat wisata di luar daerah, Nur mengatakan, para siswa membaca buku-buku karangan Gulen tersebut.
Setelah Kementerian Pendidikan meminta Pemkab Sragen menghentikan kerja sama dengan Pasiad pada Juni 2015 maupun Amity College Australia sejak Juni 2016, buku-buku karangan Gulen itu sudah tidak diberikan kepada siswa. "Sekarang kami masih mencari lembaga pendidikan asing resmi," kata Nur.
DINDA LEO LISTY