TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Perlindungan Warga Negara Indonesia Kementerian Luar Negeri Muhammad Iqbal menyebutkan kelompok penyandera di dua kasus terakhir penculikan WNI saling berkontak. Kelompok kasus pertama terjadi di perairan Filipina pada 21 Juni lalu, terhadap tujuh WNI, dan yang kedua pada 8 Juli di Malaysia, menimpa tiga WNI.
"Kami melihat komunikasi dari penyandera di kasus kedua, cenderung pasif," ujar Iqbal di saat ditemui Tempo di kantornya, Pejambon, Jakarta, Jumat, 29 Juli 2016.
Kelompok Al Habsy Misaya yang diduga sebagai kelompok penyandera tujuh awak kapal Charles 00, menurut dia, lebih gencar mengontak perusahaan pemilik kapal, maupun keluarga para sandera. Pemilik kapal Charles 001 adalah PT Rusianto Bersaudara yang berbasis di Samarinda.
Sandera berjumlah tujuh orang itu, kata Iqbal, pun dipisah menjadi dua kelompok. Mereka dipecah dengan jumlah empat dan tiga. "Kami (Kemlu) sampai membagi mereka (kelompok penyandera) dengan sebutan 'versi 4' dan 'versi 3," ujar Iqbal.
Perairan Lahad Datu, Sabah, Malaysia, adalah lokasi kasus kedua. Tiga WNI yang asal Nusa Tenggara Timur yang bekerja di kapal ikan berbendera Malaysia, diculik setelah diperiksa paspornya. Mereka dibawa ke perairan Filipina. Menurut dia, ada indikasi kedua kelompok saling berkoordinasi, dan memasang prioritas tuntutan.
Iqbal memastikan pemerintah terus mengupayakan penyelamatan. Untuk tiga WNI yang bekerja di kapal Malaysia, Iqbal berkata, pihaknya sudah mengunjungi langsung otoritas setempat Sabah, untuk mengetahui perkembangan.
YOHANES PASKALIS