MONGABAY.COM, Simalungun - Pemerintah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mengirim sekitar 600 tentara dan polisi untuk menggusur ribuan keramba ikan milik warga di pinggir Danau Toba, sejak pekan lalu, Senin 18 Juli 2016. Operasi pembersihan keramba ini bertujuan untuk memperbaiki penampilan Danau Toba yang kini diproyeksikan sebagai obyek wisata unggulan nasional.
Pada Jumat 22 Juli 2016 lalu, tentara mengangkat dan membersihkan tak kurang dari 247 keramba apung di Dusun Sualan, Simalungun, sebuah dusun berisi 45 kepala keluarga di pesisir Danau Toba. Total ada 1.073 keramba apung di sana.
Baca Juga:
Menurut warga, tentara datang setiap pagi sepanjang pekan lalu, untuk membongkar jaring-jaring keramba. Permintaan warga agar penggusuran ini ditunda, karena masih ada ikan di dalamnya, tidak diindahkan pemerintah. Warga memperkirakan kerugian mereka mencapai 6 juta rupiah per keramba. Operasi ini sendiri sudah dihentikan sementara Sabtu 23 Juli 2016 lalu.
“Tolong beri waktu agar ikan yang masih kecil dibesarkan lalu dipanen. Biar kami bongkar sendiri,” ujar Nikson Butar-butar, seorang petani ikan berusia 46 tahun, di Dusun Sualan, Senin 25 Juli 2016.
Baca juga: Pemerintah Kaji Ulang Keramba Apung di Danau Toba
Kebanyakan warga Sualan membesarkan ikan Nila dalam jaring-jaring buatan tersebut. Menternakkan ikan di keramba adalah satu-satunya mata pencaharian hampir semua warga di sana, selama sekitar dua puluh tahun terakhir. Jika penggusuran tidak bisa ditunda sampai masa panen ikan, warga minta ganti rugi atas keramba apung yang diangkat dari air.
Ditemui usai meninjau kondisi Danau Toba Senin 25 Juli 2016, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Pandjaitan membantah tudingan pemerintah bakal menggusur semua keramba di sana. "Tidak semua keramba jaring apung dimusnahkan, hanya yang tidak sesuai dengan peraturan lingkungan saja," katanya.
Karena itu, Luhut minta petani dan warga memperbaiki kualitas keramba mereka. "Bisa saja, tapi teknologinya diperbaiki, limbahnya harus diperhatikan,” kata Luhut, pada saat berkunjung ke Pematangsiantar, kota yang dikelilingi kabupaten Simalungun, Senin 25 Juli 2016.
Keberadaan keramba apung di Danau Toba sudah lama menjadi isu kontroversial di sana. Sebagian masyarakat berpendapat keramba itu mencemarkan air dan mengurangi nilai estetika danau. Padatnya populasi ikan di keramba membuat jumlah pakan meningkat. Sisa pakan yang mengendap di danau dikhawatirkan bisa merusak kualitas air danau dan biota air tawar yang hidup di dalamnya.
Baca juga: Kemenko Maritim Pastikan Tak Ada Limbah dari Keramba di Danau Toba
Kekhawatiran ini jadi kenyataan pada Mei 2016 lalu, ketika jutaan ekor ikan yang diternakkan secara massal di keramba apung milik warga desa Haranggaol, sekitar 60 kilometer dari Sualan, mati mendadak. Dinas Perikanan dan Peternakan Sumatera Utara menilai kematian massal ini terjadi akibat kekurangan oksigen terlarut dalam air.
Pembersihan di Sualan adalah salahsatu usaha pemerintah setempat untuk mengurangi pencemaran sekaligus membangun potensi pariwisata di Danau Toba – salah satu prioritas daerah wisata yang ingin dikembangkan Presiden Joko Widodo. Pada 28 Juni 2016 lalu, lima dari tujuh kabupaten di daerah sekitar Danau Toba sebenarnya sudah menyetujui pembersihan total keramba apung dalam program yang disebut: “Zero KJA.”
Untuk kasus Sualan, Luhut berpendapat pembersihan harus dilanjutkan guna membangun sektor pariwisata daerah. Tapi dia setuju perlu ada perpanjangan waktu bagi petani ikan. “Kita akan kasih waktu tenggang untuk mereka membersihkan sendiri. Tapi setelah itu kita tidak akan ada toleransi ke mereka. Karena ujung-ujungnya bagaimana turis mau datang kalau bau, kalau limbah?” ujar Luhut.
Nikson, si petani ikan, berkata warga desa menyambut pemberhentian operasi penggusuran keramba. “Kami paling bersih-bersih dan melaksanakan aktifitas seperti biasa dengan keramba yang masih ada,” ujarnya.
ARIA DANAPARAMITA (MONGABAY) | WD
Artikel ini awalnya dipublikasikan di situs berita lingkungan Mongabay. Baca berita orisinalnya di sini.