TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia saat ini kekurangan 1.400 hakim untuk memenuhi kebutuhan ideal di setiap pengadilan negeri.
"Idealnya, setiap pengadilan punya dua mejelis hakim plus ketua dan wakil, tapi sekarang ada pengadilan hanya memiliki tiga hakim sehingga minim sekali," kata Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung Herri Swantoro di Temanggung, Kamis, 14 Juli 2016
Pernyataan itu dilontarkan seusai memberikan sertifikat akreditasi penjaminan mutu Badan Peradilan Umum pada PN Kelas II Temangung, PN Kelas II Mungkid, PN Kelas IB Kediri, dan PN Kelas IB Tenggarong di Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah.
Dia mengatakan kekurangan ini terjadi karena sudah lebih dari 6 tahun tidak ada perekrutan hakim akibat moratorium.
Ia menyebut, saat ini ada 3.800 hakim karier. Kalau ditambah ad hoc, totalnya 4.200 hakim.
Ia mengatakan tidak ada penambahan hakim. Namun pensiun berjalan terus. Selain itu, ada hakim yang meninggal atau dipecat.
"Kasihan hakim di wilayah Papua. Idealnya sekali tugas di Papua, kemudian bergerak ke wilayah yang lebih bagus. Karena sekarang tidak ada penambahan, dia muter di sana terus sampai tiga tempat. Sebab, tidak ada hakim baru lagi yang diangkat," ucapnya.
Menurut dia, kondisi yang sama juga dialami hakim yang bertugas di Aceh dan NTT. Mereka berputar-putar di daerah tersebut.
"Kalau tidak segera ada penambahan, dampaknya suatu saat hakim benar-benar kurang. Bagaimana kalau ada perkara? Siapa yang menangani?" katanya.
Ia mengatakan, kalau kesadaran hukum tinggi, perkara menurun, bebannya pun menurun. Namun, faktanya, jumlah kasus hukum terus meningkat.
"Idealnya minimal ada dua majelis hakim atau enam hakim plus ketua dan wakil di setiap pengadilan. Jadi minimal delapan hakim. Namun sekarang ada yang tiga hakim, termasuk ketua. Ini terdapat di Pengadilan Slawi, Jawa Tengah," tuturnya.
Ia berharap, tahun ini ada penambahan hakim sehingga bisa kebutuhan ideal terpenuhi.
ANTARA