TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Fraksi Partai Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan vaksin palsu marak akibat longgarnya pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Ia menganggap perlu investigasi mendalam.
"Investigasi detail juga tentang ini, jangan-jangan Badan POM juga bermain, kami tidak paham," kata Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa, 28 Juni 2016.
Desmond menganggap kekosongan hukum atas pemalsuan vaksin menjadi ruang pelanggaran. Ia mencontohkan, Cina menghukum mati pemalsu obat dan makanan. Menurut dia, ini perlu sebagai perlindungan terhadap konsumen dan lebih jahat dari kejahatan narkoba.
Baca: Kasus Vaksin Palsu, Polisi: Sudah 16 Tersangka Ditangkap
Desmond menganggap Badan POM baru menjadi balai administrasi, tidak proaktif, dan hanya menjadi tempat legalisasi produk obat dan makanan. "Apakah berpikir untuk perlindungan, yang ada Badan POM jual stempel aja," katanya.
Kasus peredaran vaksin palsu mengemuka setelah Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menggerebek dan menangkap sepuluh pembuat dan distributornya pada Selasa pekan lalu. Kasus tersebut rupanya bukan hal baru bagi BPOM.
Baca: Beredar Vaksin Palsu, Ahok: DKI Amanlah
Pelaksana Tugas Kepala BPOM, Tengku Bahdar Johan Hamid, mengatakan lembaganya telah menemukan adanya kasus vaksin palsu sejak 2008. Saat itu, BPOM menemukan vaksin yang tidak sesuai persyaratan itu secara sporadis atau tidak merata. "Kasus hanya terjadi dalam jumlah kecil," kata Bahdar.
Baca: Ternyata BPOM Temukan Vaksin Palsu Sejak 2008, Ini Ceritanya
ARKHELAUS WISNU