TEMPO.CO, Jakarta - Juru Bicara Mahkamah Agung, Suhdi, mengaku belum menerima protes dari pemerintah daerah terkait pencabutan 3.143 Peraturan Daerah oleh Kementerian Dalam Negeri. "Sepengetahuan saya belum pernah ada pemerintah daerah yang protes," katanya saat dihubungi Rabu 22 Juni 2016.
Menurut Suhadi sampai saat ini, belum pernah ada permintaan dari pemerintah daerah yang protes karena ingin peraturan daerahnya diberlakukan kembali. "Dasar hukumnya apa? Biasanya masyarakat minta agar perda itu dihapus, bukan sebaliknya," kata Suhadi.
Suhadi mengatakan, protes terkait peraturan daerah selama ini berasal dari kelompok masyarakat yang mengajukan judicial review ke Mahkamah Agung atau melalui Pengadilan Tata Usaha Negara. "Mereka biasanya protes karena merasa dirugikan atas pemberlakuan peraturan daerah itu," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri mengumumkan pembatalan 3.143 Perda. Daftar perda yang dibatalkan itu bisa dilihat di situs Kementerian Dalam Negeri, www.kemendagri.go.id mulai 21 Juni.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kemendagri Soni Sumarsono mengatakan Perda yang dibatalkan antara lain meliputi Perda dengan klasterisasi retribusi izin gangguan, retribusi jasa umum, retribusi perizinan tertentu, retribusi pengendalian menara telekomunikasi, retribusi layanan izin jasa konstruksi, retribusi rumah potong hewan, dan retribusi tempat khusus parkir.
Selain itu, klasterisasi lain adalah retribusi Izin Mendirikan Bangunan, pelayanan publik (KTP), retribusi usaha perikanan, pajak, restoran, hiburan dan reklame, dan pengelolaan usaha pertambangan mineral.
Sumarsono mengatakan 3.143 perda yang dibatalkan itu terdiri dari 1.267 perda provinsi, kabupaten/kota yang dibatalkan gubernur; 1.765 perda provinsi, kabupaten/kota yang dibatalkan Menteri Dalam Negeri; dan 111 Peraturan Menteri Dalam Negeri yang dicabut Mendagri.
MITRA TARIGAN | AMIRULLAH