TEMPO.CO, Surakarta - Monumen Kebangkitan Nasional Solo memiliki bentuk sederhana. Letaknya berada di sebuah sudut simpang tiga di wilayah Penumping. Bangunan berwarna putih itu berdiri di atas lahan seluas 140 meter persegi.
Bentuk bangunannya juga tidak semegah monumen penting lain di negeri ini, hanya berbentuk lilin dengan nyala api di atasnya. Namun sejumput tanah dari berbagai pulau berkumpul di monumen yang dibangun untuk menandai 25 tahun kelahiran organisasi pergerakan Budi Utomo itu.
Monumen Kebangkitan Nasional cukup terawat. Hampir seluruh bangunannya terlihat putih bersih seperti baru dicat. Bagian puncak yang berbentuk nyala api terlihat kontras dengan warna merah. Lokasi tersebut selalu menjadi pusat kegiatan peringatan kebangkitan nasional yang digelar Pemerintah Kota Surakarta.
Pemerhati sejarah Kota Solo, Mufti Raharjo, menyebut monumen itu menjadi bagian dari kemerdekaan Indonesia. Pada 1933, para tokoh pemuda di Tanah Air berkumpul di Solo dan membuat monumen tersebut.
"Mereka menggelorakan kembali semangat kebangkitan nasional melalui pembangunan monumen," kata Mufti. Para pemuda berdatangan membawa sejumput tanah dari tempat asalnya dan dikumpulkan menjadi fondasi monumen tersebut.
Ide untuk mendirikan monumen itu muncul dalam pertemuan Perserikatan Partai Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) di Solo. Mereka ingin memperingati 25 tahun kelahiran Budi Utomo melalui pembangunan tersebut.
Tentu saja, Ketua Budi Utomo pada saat itu, Wuryaningrat, menjadi salah satu tokoh penting dalam proyek tersebut. Wuryaningrat merupakan bangsawan Keraton Kasunanan Surakarta yang aktif dalam pergerakan.
"Pembangunan monumen itu juga mendapat restu dari keraton," ujar Mufti. Menurut dia, saat itu keraton menunjukkan bukti keberpihakannya pada perjuangan pergerakan para pemuda, khususnya Budi Utomo.
Saat itu, Solo memiliki banyak tokoh pergerakan, misalnya Wuryaningrat, dr Radjiman, serta Sosrodiningrat. Itu sebabnya, organisasi pergerakan tumbuh subur di kota tersebut. "Banyak tokoh yang disekolahkan oleh Paku Buwana X," tutur Mufti.
Pembangunan monumen tersebut juga dihadiri pendiri Budi Utomo, dr Sutomo. Saat itu, Muft melanjutkan, Sutomo mengatakan, "Van Solo Begin de Victory." Artinya, dari Solo kemenangan dimulai.
AHMAD RAFIQ