TEMPO.CO, Kupang - Kasus dugaan korupsi dana Pendidikan Luar Sekolah (PLS) tahun 2007-2008, yang menjerat Bupati Sabu Raijua Marthen Dira Tome telah dihentikan prosesnya. Ini setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengalami kekalahan dalam persidangan praperadilan yang diajukan Marthen, yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak sekitar dua tahun lalu.
Kasus ini bermula dari laporan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat asal Fraksi Demokrat, Anita Yakoba Gah, yang melaporkan dugaan korupsi dana PLS senilai sekitar Rp 77 miliar tahun 2007. Lalu, kasus ini ditindaklanjuti Kejaksaan Negeri Kupang pada setahun kemudian.
Namun, setelah dilakukan pengumpulan data bahan dan keterangan (pulbaket), Kejari Kupang tidak menemukan adanya kerugian negara dan alat bukti. Kejari kemudian menutup kasus ini.
Laporan yang diterima Kejari Kupang menyebutkan negara mengalami kerugian mencapai Rp 33 miliar. Angka ini lalu bertambah menjadi Rp 59 miliar, tapi kemudian turun lagi menjadi Rp 32 miliar.
Baca juga:
Pembunuhan Karyawati: 31 Adegan, Pelaku Sempat Bercumbu
Sakit Jantung, Deddy Dores Meninggal
Kasus Gagang Pacul, Usia Enno Farihah Ternyata 19 Tahun
Ini Motif Pembunuh Enno Farihah Versi Polisi
Pada 2011, kasus ini dibuka kembali oleh Kejari Kupang dan diambil alih oleh Kejati Nusa Tenggara Timur. Pada 21 Juli 2016, Kejaksaan Tinggi NTT mengaku kesulitan menemukan alat bukti untuk menjerat mantan Kepala PLS Dinas Pendidikan NTT Marthen Dira Tome.
Menurut penyelidikan Kejati NTT, kerugian negara hanya sebesar Rp 4,5 miliar, dan kemudian turun lagi menjadi Rp 1,5 miliar.
Pada Oktober 2014, kasus ini diambil alih KPK untuk ditindaklanjuti dan menetapkan Marthen Dira Tome sebagai tersangka. Namun, Marthen baru diperiksa oleh KPK pada 15 Agustus 2015, setelah ditetapkan tersangka sejak Oktober 2014.
Pemeriksaan Marthen, yang berlangsung pada Jumat keramat itu, juga tidak berakhir dengan penahanan. Atas dasar itu, Marthen mendaftarkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penetapan status tersangka terhadapnya pada 15 April 2016.
Pada 18 Mei 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan Marthen dan meminta KPK untuk mengembalikan seluruh berkas ke Kejati NTT dan segera menghentikan proses penyidikan kasus ini.
Marthen Dira Tome, seusai persidangan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, meminta kepada Presiden Joko Widodo untuk melakukan revisi UU KPK, yang sedang diproses di DPR. "Paling tidak ada pasal yang menyebutkan kasus korupsi bisa di SP3 oleh KPK," kata Marthen kepada Tempo.
Dia juga meminta kepada masyarakat agar tidak perlu membela KPK secara berlebihan karena, menurut dia, KPK bukan malaikat. Dia menuding KPK karena dinilai mempertahankan sesuatu hal yang salah. "Contoh kasus saya ini, KPK tahu ini salah, tapi tetap dipertahankan," katanya.
Marthen menilai KPK telah tertipu oleh jaksa pada Kejaksaan Tinggi NTT, yang menangani kasus ini dengan memberikan keterangan dan berkas yang tidak benar. Ini membuat KPK tidak bisa memproses kasus ini hingga tuntas. "Saya pernah diperiksa di Kejati NTT. Berkas perkara sempat diubah hingga dua kali, karena hendak diubah oleh penyidik Kejati NTT," katanya.
YOHANES SEO