TEMPO.CO, Ponorogo - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mendesak aparat Kepolisian Resor Ngawi, Jawa Timur, serius dalam memproses kasus dugaan pelecehan seksual yang dilaporkan D, jurnalis perempuan harian Radar Ngawi, pada Maret 2016. D mengaku dilecehkan oleh DP, redaktur senior surat kabar tersebut.
"Karena ini merupakan hak pelapor untuk mendapatkan keadilan,” kata Koordinator Subkomisi Pemantauan dan Investigasi Komnas HAM, Siane Indriani, di Ponorogo, Selasa, 17 Mei 2016.
Siane prihatin melihat belum adanya perkembangan signifikan dari penyelidikan yang dilakukan polisi. "Kasus ini tidak boleh dibiarkan secara hukum. Apabila dibiarkan, jelas tidak merespons hak-hak pelapor untuk mencari keadilan,” ucap dia.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Ngawi Ajun Komisaris Andy Purnomo menepis bahwa penyidik tidak serius mengusut kasus dugaan pelecehan yang menimpa D. Menurut dia, penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak terus menindaklanjuti laporan D. "Selama (laporan) tidak dicabut, kami tetap memproses," kata Andy.
Kasus ini mencuat setelah D mengadu ke kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri yang kemudian diteruskan ke Polres Ngawi. Dalam laporannya, D menyatakan pelecehan seksual yang dialaminya terjadi selama dua bulan terhitung sejak Januari hingga Februari 2016. Perlakuan tersebut diterima ketika berada di kantor tempat ia bekerja.
Dia mengaku dipeluk, dicium, diraba, dirayu, dan diajak ke rumah kontrakan DP. Sebelum mengadu ke polisi, D mengatakan telah mengadu ke pemimpin redaksi Radar Ngawi dan Ombudsman Jawa Pos di Surabaya. Tapi ia merasa tak mendapat respons. Belakangan, D malah dimutasi ke Radar Madiun.
Dalam kasus ini, D telah menunjuk enam kuasa hukum untuk mendampinginya. Tim pengacara itu berasal dari Lembaga Pengabdian Hukum Yekti Angudi Piyadeging Indonesia (YAPHI) Solo serta Jaringan Kerja Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Jawa Timur.
NOFIKA DIAN NUGROHO