TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Letnan Jenderal (Purnawirawan) Agus Widjojo punya sejarah dan pengalaman yang tak terbantahkan dalam tragedi 1965: ayahnya, Mayor Jenderal (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo, adalah salah satu korban pada malam 30 September, setengah abad lalu.
Dalam wawancara khusus dengan Tempo di ruang kerjanya, Kamis pekan lalu, Agus menceritakan soal pengalamannya pada malam nahas itu. Termasuk bagaimana Agus bertindak dan bersikap kepada kedua anaknya tentang tragedi memilukan tersebut.
Berikut ini petikan wawancaranya, yang selengkapnya dapat dibaca di majalah Tempo edisi Senin, 25 April 2016.
Apa yang terjadi ketika ayah Anda diculik pada 30 September 1965 itu?
Ketika itu saya berusia 18 tahun. Kejadiannya sekitar pukul 03.00 pagi. Keadaan rumah gelap, dan kami-ibu dan dua adik saya-semua di dalam kamar. Ayah sempat memberi tahu Ibu untuk tetap di dalam kamar, apa pun yang terjadi. Ayah menemui mereka sendirian. Mereka bisa masuk dengan gampang karena ketika itu garasi rumah sedang direnovasi. Tidak ada penjagaan dan tidak ada senjata di dalam rumah. Pasukan itu memenuhi ruang keluarga dan ruang tamu kami. Menurut tetangga, ada dua truk yang datang malam itu.
Lalu kapan Anda mengetahui ayah Anda wafat dibunuh penculik itu?
Kami mengetahuinya beberapa hari kemudian dari media umum. Tidak ada yang mengabarkannya langsung kepada kami.
BACA JUGA:
Ini Cerita di Balik Penyelenggaraan Simposium 1965
TNI Menolak Penguakan Sejarah 1965? Ini Kata Agus Widjojo
Pelurusan Sejarah 1965, Ini Kata Menteri Anies Baswedan
Anda tidak pernah mencekoki anak-anak Anda dengan sejarah versi Anda ataupun Orde Baru. Kenapa?
Saya memang tidak pernah menceritakannya kepada mereka. Saya membiarkan mereka mencari tahu sendiri. Ternyata pada akhirnya cara itu adalah yang paling baik.
Termasuk tidak melarang anak Anda membaca buku-buku yang dicap kiri?
Mereka adalah generasi yang lahir tahun 1970-an. Kalau dilarang malah akan melawan. Saya biarkan mereka dewasa dan tahu sendiri soal sejarah itu.
(Salah seorang putri Agus, Puri Lestari, menuliskan pengalamannya dengan bagus di blog yang dapat dibaca di sini: https://medium.com/ingat-65/ini-kan-buku-komunis-d39a72da473f#.6vz1kmfyp)
TITO SIANIPAR