TEMPO.CO, Surabaya – Populasi burung pantai yang bermigrasi di Surabaya mengalami penyusutan tiap tahun akibat reklamasi. Reklamasi terjadi di kawasan mangrove Wonorejo, berupa pengalihan fungsi lahan menjadi perumahan dan apartemen. “Sejak 2005, jumlah burung migran menurun 100-200 ekor setiap tahun,” ujar pengamat dan konsultan burung, Iwan Londo Febrianto, saat dihubungi Tempo, Senin, 25 April 2016.
Dalam laporan Profil Keanekaragaman Hayati Surabaya tahun 2012 yang diterbitkan Badan Lingkungan Hidup Surabaya, luas hutan mangrove pada 2011 di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya) adalah 471,15 hektare. Sedangkan pada 2010 luasnya sekitar 491,62 hektare.
Artinya, terjadi penyusutan luas hutan mangrove di Pamurbaya dari 2010 hingga 2011, seluas 20,47 hektare. “Salah satu bentuk alih fungsi lahan di Pamurbaya adalah pembangunan perumahan dan apartemen yang dilakukan pengembang,” demikian laporan itu.
Alih fungsi lahan terjadi di Kecamatan Gunung Anyar dan Wonorejo. Di Gunung Anyar terdapat perumahan baru tak jauh dari kawasan konservasi. Sama halnya dengan Gunung Anyar, di daerah Wonorejo juga terdapat perumahan baru yang berdekatan dengan kawasan konservasi.
Pria asli Surabaya itu mengamati burung pantai di Pantai Wonorejo sejak 2000. Iwan tak hanya melihat, ia juga mengidentifikasi hampir semua spesies burung pantai di Wonorejo, mulai bentuk paruh, kaki, dan warnanya. Dulunya, kata Iwan, terdapat sekitar 3.000 ekor dalam satu petak tambak di kawasan mangrove. “Sekarang menjadi 500-1.000 ekor saja.”
Pamurbaya merupakan salah satu titik persinggahan burung-burung pantai dunia, seperti gajahan pengala, biru laut ekor hitam, biru laut ekor blorok, dan cerek pasir mongolia. Burung-burung itu terbang dari berbagai negara di belahan bumi bagian utara menuju Australia dan Selandia Baru pada Oktober atau November saat musim dingin untuk mencari makan.
Mereka transit ke Indonesia untuk mencari makan sebagai tambahan bekal selama perjalanan. “Mereka ke Wonorejo untuk istirahat dan cari makan, karena di sini bukan tujuan akhir,” kata Iwan.
Tak semua tempat di Indonesia disinggahi burung-burung itu. Rata-rata mereka berhenti sesaat di beberapa pantai laut utara, seperti Medan, Jambi, Pulau Serangan di Bali, dan lain-lain. Di Pulau Jawa, terdapat dua titik persinggahan burung-burung pantai, yakni Wonorejo, Surabaya, dan pantai di Yogyakarta. “Tapi di Yogya masih kalah banyak dengan yang di sini,” tutur Iwan.
Tak hanya bagi burung, reklamasi juga mengancam keseimbangan ekosistem bagi manusia. Yang paling kentara ialah berkurangnya resapan air tanah. “Otomatis semakin banyak banjir di perkotaan, karena lahan kosong atau resapan airnya berkurang,” ujarnya.
Meski begitu, reklamasi atau alih fungsi lahan tak menjadi satu-satunya faktor penurunan populasi burung-burung itu. “Selain alih fungi lahan, juga karena pemanasan global.” Akibatnya, burung pantai yang seharusnya sudah bermigrasi sejak awal September, baru terbang sekitar akhir September.
ARTIKA RACHMI FARMITA