TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah masih mengidentifikasi pelaku penyanderaan terhadap warga negara Indonesia di Filipina. Pemerintah belum yakin sepenuhnya pelaku adalah kelompok Abu Sayyaf.
"Kami belum yakin betul apakah ini murni kelompok Abu Sayyaf atau sempalan-sempalannya," kata Luhut di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Minggu, 17 April 2016.
Menurut Luhut, identifikasi masih dilakukan karena pemerintah melihat penyanderaan dilakukan bukan karena alasan politis. "Kami sementara, kok, melihat aspek ekonominya yang lebih menonjol," kata Luhut. Dia mengaku khawatir daerah tempat pembajakan menjadi seperti di Somalia, di mana alasan pembajakan tidak ada aspek politik murni.
Kelompok Abu Sayyaf beroperasi di Filipina bagian selatan. Kelompok ini menjadi gerakan separatis dengan tujuan politik ingin memisahkan diri dari Filipina. Namun, dalam kasus sepuluh WNI, pemerintah merasa aneh karena alasan penyanderaan semata-mata motif ekonomi kelompok penyandera. Belakangan penyanderaan juga terjadi pada empat WNI.
Pemerintah, kata Luhut, juga sedang mendalami langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk membebaskan sandera. Apalagi, perusahaan tempat para ABK yang disandera bersedia membayar tebusan yang diminta kelompok penyandera. Presiden Joko Widodo, kata Luhut, telah memintanya untuk menjajaki kerja sama dengan Malaysia dan Filipina untuk mengamankan daerah tempat terjadinya pembajakan. "Itu daerahnya rute perdagangan kita bersama, apakah nanti dengan patroli bersama," katanya.
Hingga kini upaya pembebasan sandera tidak bisa dilakukan dengan mengerahkan personel TNI. Kebijakan ini tetap dilakukan pemerintah Filipina meskipun 18 tentara Filipina tewas pada Sabtu, pekan lalu, saat melakukan operasi menumpas kelompok Abu Sayyaf. "Tentara mereka tewas kan urusan mereka," kata Luhut. Yang jelas konstitusi Filipina, kata Luhut, tidak mengizinkan tentara asing masuk ke wilayah mereka, kecuali atas seizin parlemen.
AMIRULLAH